Translate This

->

Wednesday, April 11, 2012

KESEDERHANAAN SEBAGAI MORAL FORCE


Oleh: Abu Darda'

Salah satu masalah yang melanda masyarakat di era globalisasi ini adalah tergesernya sikap hidup sederhana dan digantikan oleh gaya hidup konsumerisme-hedonisme, yaitu sebuah gaya hidup yang menganggap harta sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan, dsb. Kesenangan dan kenikmatan duniawi dijadikan tujuan utama dalam hidup. Disamping itu materialisme dijadikan dasar hidup. Padahal falsafah ini mencari dasar-dasar kehidupan hanya di dalam alam kebendaan dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indera Akibatnya jelas: banyak orang "terhormat" terbukti melalui pengadilan sebagai koruptor dan tidak sedikit orang biasa menjadi maling atau penipu. Intinya sama saja: mengambil hak milik orang lain tanpa izin.
Apa solusi kita atas masalah ini secara tepat, sinergi, simultan dan konsisten? Yang perlu kita lakukan adalah semacam couter attack (serangan-balik) atas filosofi moral yang menjadi basis gaya hidup konsumerisme-hedonisme itu. Dengan demikian kita berikhtiar meng-arus-utama-kan kembali sikap hidup sederhana demi meningkatkan taraf hidup dan ekonomi ummat sebagai salah satu pilar peradaban bangsa.
Apakah sikap hidup sederhana itu? "Sederhana bukan berarti miskin", demikian Gontor merekonstruksi pemikiran. Sederhana bukan berarti tidak punya harta. Sederhana itu sikap yang wajar terhadap harta, sesuai kebutuhan dan tidak berlebih-lebihan. Ada appreasi terhadap harta namun tidak seperti konsumerisme-hedonisme yang menjadikan harta sebagai ukuran kebahagiaan dan kesenangan. Harta bukanlah segala-galanya. Dalam sikap hidup sederhana yang menjadi ukuran kebahagiaan dan kesenangan adalah berfungsinya harta dalam amal shalih. Harta menjadi bermakna hanya jika berperan sebagai sarana-prasarana amal shalih; termasuk didalamnya sebagai penopang hidup. Dalam sikap hidup sederhana, kesenangan dan kenikmatan duniawi bukanlah tujuan utama. Yang menjadi tujuan hidup adalah pengabdian kepada Allah di atas panggung sejarah, baik dengan harta, tenaga, pikiran, ataupun nyawa. Kenikmatan akhirat lebih baik dan lebih kekal.
Tidak seperti gaya hidup konsumerisme-hedonisme yang mendasarkan hidupnya pada falsafah materialisme (mencari dasar-dasar kehidupan di dalam alam kebendaan semata-mata dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indera), sikap hidup sederhana meyakini al-hayatu ’aqidatun wa jihadun (keyakinan dan perjuangan sebagai dasar kehidupan yang bermakna). Disinilah letak perbedaannya, sikap hidup sederhana memandang bahwa pengorbanan dalam transformasi sosial adalah sebuah kemuliaan. Dengan demikian sikap hidup sederhana menjadi moral force (kekuatan moral) yang memiliki daya dobrak yang luar biasa untuk mengubah diri dan masyarakat ke arah yang lebih baik. Adapun gaya hidup mewah kensumerisme-hedonisme cenderung lari dari perjuangan dan pengorbanan dan lebih beriorientasi kepada egoisme dan kesenangan pribadi.
Itulah sebabnya pesantren manapun menjadikan gaya hidup sederhana sebagai pilihan. Ia sesungguhnya tidak sedang mengajari santri untuk menjadi miskin, yakni tidak berharta benda dan serba kekurangan. Yang ia lakukan adalah membiasakan santrinya hidup bersahaja yang tidak mengganggu kesehatan jasmani dan rohani.
Sederhana adalah pokok keberuntungan, demikian pandangan Gontor. Pertama, karena adanya mobilitas vertikal, yakni meningkatkan diri ke arah taraf hidup yang lebih layak. Seperti kata pepatah, "hemat pangkal kaya,........" Inilah ajakan persuasif untuk melakukan mobilitas vertikal. Rasionalnya, dengan gaya hidup sederhana ongkos hidup (living cost) dapat menjadi semurah-murahnya sehingga sisanya dapat ditukarkan dengan sarana-prasarana selengkap mungkin untuk kemudahan hidup dan berjuang.
Keberuntungan yang lain adalah bahwa gaya hidup sederhana dapat memudahkan penghidupan (mencari rizqi) yang jujur dan bersih, tidak mudah-mudah terpengaruh ajakan setan atau terbawa ke arah jalan kejahatan. Yang pasti, gaya hidup sederhana tidak membuat orang lupa kepada rasa kemanusiaan, rasa tanggungjawab dan rasa syukur. Dan keberuntungan yang paling utama adalah, bahwa gaya hidup sederhana membuat kita hidup bahagia; dapat menghadapi era globalisasi dengan kepala tegak, tanpa rasa cemas atau takut. Wallahu'alam bi-sh-shawab.

No comments:

Post a Comment

Jangan Lupa Berilah Komentar!!
Trimakasih atas kunjungannnya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...