Translate This

->

Wednesday, April 11, 2012

KEJUJURAN, KEPRIBADIAN MUSLIM YANG UTAMA DAN UTAMA


ILUSTRASI (ketidakjujuran/ bohong merupakan sumber segala dosa)
Seseorang datang kepada Rasulillah saw untuk menyatakan masuk Islam. Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat (asyhadu an la ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadan rasulullah), ia menyampaikan isi hatinya bahwa ia tidak mampu melepaskan diri dari berbagai perbuatan dosa. Rasulullah saw pun merespons keluahan itu dengan bijak seraya bertanya: “hal tu’ahiduni ‘ala tarkil kadzibi: maukah anda berjanji kepadaku untuk meninggalkan bohong”? Orang inipun mengatakan “ya” dan dengan tulus berjanji meninggalkan bohong; kemudian pulang. Ia pun bergumam dalam hatinya, betapa mudahnya apa yang dituntutkan kepadaku oleh Nabi Yang Mulia ini.
Janji itu tentu saja membuat dia harus komitmen.
Setelah membuat janji itu, tatkala orang ini terdetik dalam hatinya untuk mencuri maka ia pun berkata kepada dirinya: kalau saya benar-benar mencuri kemudian ditanya Rasul, apa jawabku nanti. Jika jawabku affirmative (ya), maka pastilah aku diberi hukuman. Akan tetapi jika jawabku negative (tidak), maka aku benar-benar telah berbohong padahal aku telah berjanji kepada-Nya untuk meninggalkan bohong. Jadi, yang terbaik bagiku menjauhkan diri dari perbuatan mencuri.
Akhirnya orang ini selalu meninggalkan perbuatan mencuri dan selalu ingat akan janjinya setiap kali terdetik dalam hatinya untuk melakukan perbuatan dosa. Sehingga, ia menjadi manusia terbaik yang aktif membela agama dan berpegang teguh kepada fadhail (keutamaan-keutamaan) agama.
Pelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa di atas adalah bahwa kita harus selalu jujur. Kita harus membuat janji untuk tidak berbohong. Karena, itu berarti kita telah membuat komitmen untuk selalu jujur. Komitmen jujur adalah komitmen untuk tidak mengingkari dhamir (suara hati) dan tidak mengingkari yang haq (benar).

PEMBAHASAN
Kejujuran merupakan sifat utama dan pertama sebagai aspek kepribadian seorang Muslim. Mengapa? Karena, seorang Muslim tetaplah ia beriman kepada Allah swt dan Rasul-Nya agar secara jujur dan konsekuen mengakui adanya syariah-Nya, pasrah dan mentaatinya. Dan, seorang Mukmin untuk tetap taat menjalankan syari’ah atau aturan-aturan Allah swt dan Rasul-Nya pastilah ia jujur mengakui posisinya sebagai makhluq Allah swt. Seorang Muslim yang sejati adalah orang meneladani sifat Nabi Muhammad saw dan para ulama waratsatul anbiya’, yaitu jujur. Mereka menghindarkan diri dari sikap bohong.
Sifat Nabi Muhammad saw:
• Shiddiq (jujur)
• Amanah (dapat dipercaya)
• Tabligh
• Fathonah (cerdas)
Begitu pula sifat ulama waratsatul anbiya’, seperti seorang rawi (perawi, transmitter) hadits Rasulillah SAW. Mereka mencintai Rasul bukan hanya dengan kata-kata tapi juga dengan perjalanan panjang ke berbagai negeri untuk menelusuri hadits-hadits shahih.
Sifat seorang rawi hadits Rasulillah saw:
• al-‘adalatu dan
• al-dhabthu.
Sifat pertama berkenaan dengan kekuatan akhlaq, yang kedua berhubungan dengan kekuatan hafalan.
Al-‘adalatu, bahwa ia haruslah seorang
• Muslim
• B`ligh
• ‘Aqil
• Saliman min asbabil fusuq (tidak melakukan hal-hal kefasikan. Berbuat ma’siat dan juga berbohong atau tidak jujur termasuk bagian dari kefasikan).
• Saliman min khawarimil muruati (tidak melakukan hal-hal tak berkepribadian)
Adapun sifat al-dhabthu, bahwa ia
• Ghairu mukhalifin lits-tsiqat (bertentangan dengan orang-orang yang terkenal tsiqah)
• Tidak sayyiul hifdzi (buruk hafalan)
• Tidak fahisyul ghalath (salah fatal)
• Tidak mughfilun (lengah)
• Tidak katsratul awham (banyak keraguan/ ketidakjelasan)
Dengan kedua sifat (al-adalah wa dh-dhabth) kerja para rawi hadits tidak sia-sia. Paling tidak terdapat 9 kitab hadits shahih sebagai output dari perjalanan pencarian hadits Rasulillah saw yang hingga kini dijadikan sandaran otoritatif bagi pengetahuan keislaman.
Sifat jujur atau tidak berbohong (yang dimiliki Rasulullah dan para ulama waratsatul anbiya’) di atas tidak diragukan lagi merupakan sumber kebaikan dalam kehidupan kita sehari-hari; adapun dusta merupakan sumber segala keburukan dan dosa.
TERAPAN
Kejujuran Dalam Keluarga
Keluarga adalah miniatur masyarakat. Sejauh kita meningkatkan kualitas keluarga, sejauh itu pula kita menciptakan karakteristik masyarakat luas dengan segala keutamaannya. Keluarga adalah medan luas bagi upaya pembiasaan dan peningkatan berbagai perbuatan terpuji bagi anak-anak. Bagaimana suasana rumah tangga, begitulah suasana anak bangsa. Sebuah syair menyatakan:
Generasi muda kita berkembang # searah dengan pembiasaan orangtuanya
Setiap pribadi anggota keluarga memiliki haknya sendiri yang harus diakui secara jujur dan konsekuen. Di sana ada hak-hak anak-anak yang harus dipenuhi orangtuanya, ada hak-hak kedua orangtua yang harus dipenuhi anaknya, dan ada juga hak-hak antar saudara.
Apa hak anak-anak dari kedua orangtuanya? Mereka memiliki hak untuk memperoleh ar-ri’ayah (pengasuhan), dimuliakan dengan at-ta’dib al-hasan (pembiasaan moral yang baik) dan at-tarbiyah ash-shalihah (pendidikan yang sempurna). Sesungguhnya pendidikan moral yang memadai lebih bermanfaat dan lebih kekal bagi anak-anak daripada pewarisan harta benda yang terkadang dapat merusak dan menyakitkan mereka serta jika mereka tidak bermoral harta warisan dapat menghilangkan martabat wibawa mereka.
Wajib atas orangtua untuk tut wuri handayani (dari belakang mengawasi) atas situasi dan kondisi putra-putri mereka tanpa membuat anak-anak depresi; wajib juga untuk menjauhkan putra-putri mereka dari akhlak sayyiat (moral yang bejad) dan kebiasaan yang buruk, serta melindungi mereka dari lingkungan pergaulan yang tidak baik. Orang tua juga wajib memperlakukan putra-putri mereka secara adil karena pembedaan perlakuan dapat menyebabkan kemarahan dan permusuhan diantara mereka; juga dapat menimbulkan kesombongan bagi mereka yang diunggulkan dan keminderan (rendah diri) bagi yang direndahkan.
Anak-anak putra sesungguhnya mereka adalah calon-calon pemimpin keluarga, masyarakat dan bangsa di masa mendatang; dan anak-anak putri sesungguhnya mereka adalah calon-calon pendidik yang akan datang. Merekalah calon-calon pembimbing yang penuh asah-asih-asuh bagi pemimpin keluarga, masyarakat dan bangsa yang akan datang. (jiwa keutamaan). Karena itu, marilah kita perlakukan mereka dengan baik. Jika perlakuan kita keras dan kasar kepada mereka, jangan menangis atau menyesal jika ternyata mereka kelak menjadi pemimpin-pemimpin yang keras dan kasar pula. Itulah dosa akibat ketiadaan kejujuran terhadap hak-hak putra-putri kita.

Bahkan, masa depan masyarakat luas dan bangsa tidak terlepas dari penyiapan kader-kader ummat, yakni putra-putri kita. Jika kita hendak memperbaiki keadaan masyarakat atau hendak menyiapkan mental masyarakat untuk menghadapi sebuah reformasi, maka tidak ada jalan kecuali kita harus memperbaiki keadaan ibu-ibu rumah tangga karena merekalah pengasuh-pengasuh anak bangsa. Jika kondisi mereka tidak baik, maka tidak ada lagi harapan bagi putra-putrinya akan kesalamatan jiwanya, raganya dan ‘akliyah (mental)-nya.
Demi kepentingan di atas, Islam sangat memberi perhatian yang khusus terhadap keadaan keluarga agar lebih baik. Islam menempatkan perempuan pada kedudukan yang sangat tinggi dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan peradaban. Karena itu, Islam memberikan kepada perempuan hak waris, hak berniaga dan mengolah harta miliknya, serta hak belajar mencari ilmu sampai level pendidikan tertinggi, namun masih tetap dalam atmosfir yang dikendalikan oleh ruhu-l-fadhilah
Apa hak-hak kedua orangtua? Mereka berhak untuk mendapatkan kasih-sayang dan kepatuhan dari putra-putrinya, juga al-ihsan (perlakuan baik) dari mereka. Kewajiban putra-putri terhadap kedua orangtua ini termaktub dalam surat al-Isra’: 23 (artinya: Dan, Tuhanmu telah mewajibkan atas kamu untuk tidak menyembah kecuali kepada-Nya dan untuk berbuat baik kepada kedua orangtua. Jika salah satu atau kedua orangtua itu telah mencapai usia lanjut, maka janganlah engkau mengatakah “ah” [perkataan untuk membentak] terhadap keduanya dan jangan pula menghardik mereka. Dan, berdoalah: wahai Tuhan, sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangi aku di masa kecil).”
Ketaatan kepada kedua orangtua adalah wajib, kecuali dalam hal kemaksiatan. Dalam surat Luqman: 15 disebutkan (artinya: jika keduanya memaksamu agar engkau syirk [menyekutukan]-Ku dengan sesuatu apapun yang tidak ada dalam ‘ilm [pengetahuan]-mu, maka janganlah taati keduanya. Dan, pergaulilah keduanya selama hidup di dunia dengan ma’ruf [yakni: baik dalam ukuran agama]. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah saw memperingatkan kita semua:”maukah engkau kuberitahukan tentang sebesar-besarnya dosa besar? Yaitu: syirk kepada Allah swt dan durhaka kepada kedua orangtua.” Terkadang, Allah swt menyegerakan hukuman bagi orang-orang yang berdurhaka kepada kedua orangtuanya; yaitu dengan memberikan berbagai penyakit yang dengannya rizkinya menjadi sempit; dan karenanya kehidupannya menjadi buruk.
Bagaimana hak-hak antar sesama saudara? Tentu saja, antar mereka haruslah saling berkasih sayang dan berlemah lembut. Sehingga, mereka bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh mengeluh kesakitan, maka seluruh anggota tubuh yang lain berempati kepadanya dengan turut demam dan tak bisa tidur.
Begitulah tolong-menolong dalam perumpamaan di atas. Di dalam tolong menolong itu terdapat kafalatu hayatihim wa is’aduha (jaminan dan kebahagiaan hidup mereka). Jika salah satu saudara berbuat salah, hendaklah engkau menghadapinya dengan membuka pintu maaf. Dan, tutuplah suatu keburukan dengan perbuatan yang baik. Hal demikian akan membuat kelanggengan persaudaraan dan kelangsungan keluarga, saling menguatkan bagai kekuatan bangunan.
Jika setiap keluarga memegang kejujuran, yakni memelihara perintah-perintah agama dengan memenuhi hak-hak orang lain dan menyempurnakan kewajibannya, jika seluruh anggotanya menjalankan kewajibannya, jika antar mereka saling tolong menolong, jika yang yunior menghormati senior mereka dan yang senior menyayangi yunior mereka, niscaya keluarga itu hidup bahagia dan telah merealisasikan misi kemasyarakatannya. Dan, kumpulan keluarga-keluarga visioner (berpandangan jauh kedepan ) dan inspiring (member inspirasi) semacam itulah yang dapat membentuk sebuah ummat yang kuat. Ia bagaikan bangunan kokoh yang saling mengikat satu sama lain. Maka, terbukalah jalan bagi ummat tersebut menuju ketinggian cita-citanya dan tercapailah kemajuan dan kemuliaan seperti yang diharapkan.
Demikianlah, kejujuran yang merupakan sifat utama dan pertama sebagai kepribadian seorang Muslim dapat menghantarkan diri, keluarga dan ummat kepada kemuliaan di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bish-shawab.

No comments:

Post a Comment

Jangan Lupa Berilah Komentar!!
Trimakasih atas kunjungannnya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...