Syahdan, ratusan tahun yang lalu di bumi Iraq. Hiduplah dalam rumah sederhana dua manusia,
seorang ibu dan anak laki-lakinya. Usia anak laki lakinya sudah tidak muda lagi untuk melepas
masa lajangnya namun karna kecintaannya kepada ibunya yang seorang diri sudah sangat tua
maka ia mengurungkan niatnya itu.
Dia takut jika menikah nanti cintanya akan berpaling dari ibunya.
seperti biasa musim haji tiba, kaum muslimin dari dunia islam yang mempunyai kemampuanbaik
finansial, kesehatan dan seluruh biaya untuk perjalanan, berhaji ke tanah suci Makkah
Al Mukarromah.
Sang pemuda tadi juga menyimpan kerinduan yang bersembunyi di lerung hatinya akan
tanah suci Makkah. Kerinduan yang kadang kala padam dan kadang kala membara karna
pertimbangan izin yang mungkin sulit diperoleh dari ibunya yang sudah sepuh.
Ibunya yang sudah tidak kuat lagi untuk menanak nasi, tidak kuat lagi mencuci baju atau
bahkan sekedar mengambil teko air juga menjadi pertimbangan yang tidak kalah pentingnya.
Apalagi waktu untuk menempuh Makkah Al Mukarromah yang tidaklah pendek untuk
ukuran zaman millenium ini yang semuanya berkarasteristik 'Speed', kecepatan.
Maklum transportasi yang menggunakan onta adalah pilihan termodern dan tertangguh
pada saat itu yang menawarkan kecepatan sekaligus ketangguhan dibandingkan dengan
berjalan kaki.
Malam malam dia lalui dengan gelisah karna memikirkan variabel tadi, dia habiskan malam
untuk berdoa dan mencari petunjuk dalam memutuskan hal rumit ini.
sampai akhirnya dia putuskan untuk meminta izin ibunya ;
" Bunda, kerinduan ananda kepada Makkah layaknya kaum muslimin tidak dapat
ananda simpan dalam hati. Karna itu izinkan ananda untuk pergi haji tahun ini.Ibunda!"
" Wahai Ananda. Usiaku sudah sepuh. aku juga tidak punya siapa siapa yang bisa
aku andalkan dalam hal yang paling sepele sekalipun kecuali kamu ananda.
tanganku sudah tidak kuat lagi untuk mengurusi tubuhku sendiri, kakiku sudah
kepayahan untuk berjalan . bisakah kamu urungkan niatmu itu"
Tanpa diduga anak semata wayang tadi menjawab ,
" Tidak ibunda, ananda harus berangkat tahun ini bunda karna kerinduan yang sangat
akan Baitullah sudah tidak dapat aku simpan"
Jawaban ini menjadikan hati sang ibu remuk, dan asanya tertiup angin di padang
pasir seakan menyayangkan keputusan anaknya yang meninggalkannya seorang diri
selama berbulan bulan tanpa seorang yang bisa melayaninya baik untuk urusan
dunia maupun akhirat.
Maka pergilah sang anak menuju Makkah dan sekejap kemudian hilang dari pandangannya.
Sang ibu meratap, menempelkan tubuhnya di pintu gubuknya, memandangi padang
pasir yang luas yang segera menelan bayang-bayang anaknya.
Hari demi hari dilalui sang ibu dengan penuh kesulitan baik jasmani maupun rukhani.
kerinduan yang membara akan hadirnya anaknya semata wayang yang menemani
nya di masa masa akhir hayatnya membuatnya menangis di setiap saat.
Di puncak kerinduan yang beradu antara sayang dan marah, rindu dan benci menyatu
dalam batinnya diapun berdoa:
" Ya Allah seperti dia menderaku dengan kerinduan maka deralah ia"
Doa yang sangat pendek untuk ukuran orang yang terluka batinnya, namun begitulah
keadaanya. lidahnya sudah tidak dapat meneruskan doanya.
Tidak berapa lama dari doa sang bunda, di suatu tempat yang terpisah ratusan kilometer jauhnya
dari gubuk ibunda. Tibalah anaknya di salah satu masjid di lingkungan masjidil haram di Makkah Al Mukarromah.
Dia melaksanakan sholat fardlu maupun sunnah di salah satu masjid kecil.
Pada saat yang sama seorang pencuri yang sedang beraksi ketahuan oleh khalayak
ramai menyelinap masuk ke masjid di mana sang pemuda sedang sholat.
Si pencuri cerdik tadi tidaklah berniat untuk bersembunyi di dalamnya, namun dia ingin orang
karnanya dia menuyelinap keluar masjid kemudian bergabung dengan masyarakat yang sedang
marah untuk mengadili sang pemuda yang sholat tadi dan meyeret ke ruang eksekusi tanpa
dilakukan interogasi terlebih dahulu.
rupanya si pencuri cerdik tadi berhasil mempengaruh massa untuk menjadikannya tersangka tanpa
ada satu pembelaan pun dari sang pemuda tadi.
" Kamu adalah satu satunya orang yang ada dalam masjid ini, para saksi melihat pencuri masuk
masjid. karna itulah kamu satu satunya tersangka. kamu maling yang sok alim. kamu telah
melakukan pencurian yang sangat meresahkan selama ini.
aksi aksimu sudah tidak dapat kami tolerir. korban korban berjatuhan karna kejahatan mu"
dengan tuduhan pencurian berlapis lapis , sang pemuda dipotong kedua kaki dan tangganya, kemudian
matanya dicungkil dan diarak keliling kampung.
" Inilah hukuman bagi pencuri" teriak massa yang mengarak tubuh sang pemuda malang ini.
tiba tiba sang pemuda yang kelihatan tidak berdaya ini berteriak yang memecah kebisingan
massa tadi.
" Jangan kamu bilang begitu, tapi beritahu kepada orang kampung bahwa 'inilah balasan bagi
orang yang tidak berbakti kepada ibunya"
sesaat kemudian arak arakan yang akan dilaksanakan memutari desa dihentikan dan ditanyailah
sang pemuda tadi, suatu interogasi yang terlambat tentunya karna tangan tangan sudah tidak
dapat disambung lagi, kaki tidak dapat disusun kembali dan kedua matanya sudah tidak mungkin
disematkan kembali.
Suasana marah dari masyarakat berubah menjadi duka yang mendalam akan kesalahan mereka
mengadili sang pemuda yang sholeh tadi. betapa besar dosa yang akan mereka terima jika
bertemu dengan sang Khalik nanti.
"Permintaan ku hanya satu!" kata sang pemuda ingin mengakhiri kedukaan massa tadi.
"Antarkan kembali aku kepada ibuku"
karna rasa bersalah dari seluruh penduduk kampung , maka diutuskan satu kafilah yang akan
mengantarakan pemuda malang ini ke gubuk ibunya.
Setalah menempuh perjalanan yang panjang dan cukup melelahkan akhirnya sampailah kafilah
tadi di gubug ibunya.
" Apakah engkau sudah sampai ke gubuk dengan ciri ciri yang aku katakan"
tanya pemuda tadi dari atas tandu.
" Ya sepertinya kita sudah sampai ke gubug ibumu" Jawab kafilah tadi.
" Kalau begitu tinggalkan aku sendirian " Pinta sang pemuda malang tadi.
(bersambung)
seorang ibu dan anak laki-lakinya. Usia anak laki lakinya sudah tidak muda lagi untuk melepas
masa lajangnya namun karna kecintaannya kepada ibunya yang seorang diri sudah sangat tua
maka ia mengurungkan niatnya itu.
Dia takut jika menikah nanti cintanya akan berpaling dari ibunya.
seperti biasa musim haji tiba, kaum muslimin dari dunia islam yang mempunyai kemampuanbaik
finansial, kesehatan dan seluruh biaya untuk perjalanan, berhaji ke tanah suci Makkah
Al Mukarromah.
Sang pemuda tadi juga menyimpan kerinduan yang bersembunyi di lerung hatinya akan
tanah suci Makkah. Kerinduan yang kadang kala padam dan kadang kala membara karna
pertimbangan izin yang mungkin sulit diperoleh dari ibunya yang sudah sepuh.
Ibunya yang sudah tidak kuat lagi untuk menanak nasi, tidak kuat lagi mencuci baju atau
bahkan sekedar mengambil teko air juga menjadi pertimbangan yang tidak kalah pentingnya.
Apalagi waktu untuk menempuh Makkah Al Mukarromah yang tidaklah pendek untuk
ukuran zaman millenium ini yang semuanya berkarasteristik 'Speed', kecepatan.
Maklum transportasi yang menggunakan onta adalah pilihan termodern dan tertangguh
pada saat itu yang menawarkan kecepatan sekaligus ketangguhan dibandingkan dengan
berjalan kaki.
Malam malam dia lalui dengan gelisah karna memikirkan variabel tadi, dia habiskan malam
untuk berdoa dan mencari petunjuk dalam memutuskan hal rumit ini.
sampai akhirnya dia putuskan untuk meminta izin ibunya ;
" Bunda, kerinduan ananda kepada Makkah layaknya kaum muslimin tidak dapat
ananda simpan dalam hati. Karna itu izinkan ananda untuk pergi haji tahun ini.Ibunda!"
" Wahai Ananda. Usiaku sudah sepuh. aku juga tidak punya siapa siapa yang bisa
aku andalkan dalam hal yang paling sepele sekalipun kecuali kamu ananda.
tanganku sudah tidak kuat lagi untuk mengurusi tubuhku sendiri, kakiku sudah
kepayahan untuk berjalan . bisakah kamu urungkan niatmu itu"
Tanpa diduga anak semata wayang tadi menjawab ,
" Tidak ibunda, ananda harus berangkat tahun ini bunda karna kerinduan yang sangat
akan Baitullah sudah tidak dapat aku simpan"
Jawaban ini menjadikan hati sang ibu remuk, dan asanya tertiup angin di padang
pasir seakan menyayangkan keputusan anaknya yang meninggalkannya seorang diri
selama berbulan bulan tanpa seorang yang bisa melayaninya baik untuk urusan
dunia maupun akhirat.
Maka pergilah sang anak menuju Makkah dan sekejap kemudian hilang dari pandangannya.
Sang ibu meratap, menempelkan tubuhnya di pintu gubuknya, memandangi padang
pasir yang luas yang segera menelan bayang-bayang anaknya.
Hari demi hari dilalui sang ibu dengan penuh kesulitan baik jasmani maupun rukhani.
kerinduan yang membara akan hadirnya anaknya semata wayang yang menemani
nya di masa masa akhir hayatnya membuatnya menangis di setiap saat.
Di puncak kerinduan yang beradu antara sayang dan marah, rindu dan benci menyatu
dalam batinnya diapun berdoa:
" Ya Allah seperti dia menderaku dengan kerinduan maka deralah ia"
Doa yang sangat pendek untuk ukuran orang yang terluka batinnya, namun begitulah
keadaanya. lidahnya sudah tidak dapat meneruskan doanya.
Tidak berapa lama dari doa sang bunda, di suatu tempat yang terpisah ratusan kilometer jauhnya
dari gubuk ibunda. Tibalah anaknya di salah satu masjid di lingkungan masjidil haram di Makkah Al Mukarromah.
Dia melaksanakan sholat fardlu maupun sunnah di salah satu masjid kecil.
Pada saat yang sama seorang pencuri yang sedang beraksi ketahuan oleh khalayak
ramai menyelinap masuk ke masjid di mana sang pemuda sedang sholat.
Si pencuri cerdik tadi tidaklah berniat untuk bersembunyi di dalamnya, namun dia ingin orang
menuduh satu satunya orang yang sholat di dalam masjid sebagai pelaku pencurian
,karnanya dia menuyelinap keluar masjid kemudian bergabung dengan masyarakat yang sedang
marah untuk mengadili sang pemuda yang sholat tadi dan meyeret ke ruang eksekusi tanpa
dilakukan interogasi terlebih dahulu.
rupanya si pencuri cerdik tadi berhasil mempengaruh massa untuk menjadikannya tersangka tanpa
ada satu pembelaan pun dari sang pemuda tadi.
" Kamu adalah satu satunya orang yang ada dalam masjid ini, para saksi melihat pencuri masuk
masjid. karna itulah kamu satu satunya tersangka. kamu maling yang sok alim. kamu telah
melakukan pencurian yang sangat meresahkan selama ini.
aksi aksimu sudah tidak dapat kami tolerir. korban korban berjatuhan karna kejahatan mu"
dengan tuduhan pencurian berlapis lapis , sang pemuda dipotong kedua kaki dan tangganya, kemudian
matanya dicungkil dan diarak keliling kampung.
" Inilah hukuman bagi pencuri" teriak massa yang mengarak tubuh sang pemuda malang ini.
tiba tiba sang pemuda yang kelihatan tidak berdaya ini berteriak yang memecah kebisingan
massa tadi.
" Jangan kamu bilang begitu, tapi beritahu kepada orang kampung bahwa 'inilah balasan bagi
orang yang tidak berbakti kepada ibunya"
sesaat kemudian arak arakan yang akan dilaksanakan memutari desa dihentikan dan ditanyailah
sang pemuda tadi, suatu interogasi yang terlambat tentunya karna tangan tangan sudah tidak
dapat disambung lagi, kaki tidak dapat disusun kembali dan kedua matanya sudah tidak mungkin
disematkan kembali.
Suasana marah dari masyarakat berubah menjadi duka yang mendalam akan kesalahan mereka
mengadili sang pemuda yang sholeh tadi. betapa besar dosa yang akan mereka terima jika
bertemu dengan sang Khalik nanti.
"Permintaan ku hanya satu!" kata sang pemuda ingin mengakhiri kedukaan massa tadi.
"Antarkan kembali aku kepada ibuku"
karna rasa bersalah dari seluruh penduduk kampung , maka diutuskan satu kafilah yang akan
mengantarakan pemuda malang ini ke gubuk ibunya.
Setalah menempuh perjalanan yang panjang dan cukup melelahkan akhirnya sampailah kafilah
tadi di gubug ibunya.
" Apakah engkau sudah sampai ke gubuk dengan ciri ciri yang aku katakan"
tanya pemuda tadi dari atas tandu.
" Ya sepertinya kita sudah sampai ke gubug ibumu" Jawab kafilah tadi.
" Kalau begitu tinggalkan aku sendirian " Pinta sang pemuda malang tadi.
(bersambung)
No comments:
Post a Comment
Jangan Lupa Berilah Komentar!!
Trimakasih atas kunjungannnya.