Translate This

->

Friday, June 15, 2012

Drama Arena Gontor Putri1 Tahun 2011




Ditulis oleh Rika Tresnawati (walisantriwati Gontor Putri 1)
Sabtu sore saya dan suami berkemas, siap menuju Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor Putri 1 di Mantingan, Ngawi. Tak seperti biasanya, kami berangkat hari Sabtu karena Minggu malam di Gontor Putri 1 bakal berlangsung panggung gembira kreasi santriwati kelas 5. Walaupun anak saya baru kelas 1 saya penasaran saja ingin menyaksikannya karena katanya acaranya bagus. Kali ini kamipun bermaksud mencoba naik kereta api ekonomi yang katanya sudah nyaman sejak pergantian menteri dan nyatanya memang nyaman. Tidak seperti dulu, penumpang dipaksa berjejal, mau melangkah menuju kamar mandi saja susahnya minta ampun karena di jalanan bergeletakan orang-orang yang tidur. Saya acungkan jempol buat pemerintah. Moga semua ini berjalan seterusnya jangan hangat-hangat tai ayam yang cuma bagus diawalnya saja. Waktu perjalananpun tak jauh dengan kereta api bisnis. Ada yang bilang kalau kereta api ekonomi itu menghabiskan waktu seharian di perjalanan. Nyatanya tidak, 12 jam kami lalui demi menemui kekasih hati kami berdua. Sama waktunya dengan kalau naik bus.
Tiba di Gontor Putri 1, jumpa kekasih hati, melepas rindu, makan bersama, itu saja acara yang selalu saya lalui bersama anak. Selepas shalat Isya saya bersiap menuju gedung pertunjukan. Masuk gerbang yang selama ini memisahkan antara wali dan anaknya. Anak saya sudah menunggu sambil tersenyum-senyum. Baru kali ini saya bisa masuk ke dalam pondok. Selama ini saya cuma bisa sampai gedung yang terletak paling depan saja, saat daftar ulang.
Di dalam pondok, semuanya begitu tertata rapih, seperti kota kecil lengkap dengan lampu jalan. Di kanan kiri jalan berderet banyak ruang-ruang kelas dan ada satu gedung yang terlewati begitu indah walaupun cuma terlihat dari jauh dan gelap namanya aula Kulliyatul Banat. Para walisantri tidak bisa berjalan seenaknya tapi mengikuti jalan yang sudah ditentukan. Jangan coba-coba cari jalan sendiri, pasti tersesat karena begitu luasnya Gontor Puteri 1 ini.

Sepanjang jalan menuju gedung banyak terpampang baliho yang indah, unik dan lucu, yang dibuat oleh santriwati kelas 1 s.d 4 yang semuanya berisi ucapan selamat buat kakak kelasnya yang tengah berpesta. Setiap kelas wajib membuat satu baliho (kelas 1nya saja ada 15 kelas). Hiasan-hiasan indah menaungi jalanan yang terlewati seperti sedang 17 Agustusan tapi ini jauh lebih indah.
Memasuki gerbang pertunjukkan, disambut santriwati cantik berpakaian indah dan ruang pertama yang terlewati tampak remang kemerahan seperti tempat ahli nujum meramal. Di jalanan ada tulisan besar yang dirangkai dari bunga tapi entah tulisannya apa tak sempat saya baca karena saya panik tiba-tiba kamera ngadat. Padahal saya sangat ingin mengabadikannya. Belum lagi ustadzah yang menyuruh bergegas karena acara sudah mau dimulai. Sangat disayangkan, saya lupa nuansa apa lagi yang saya lewati setelah itu.
Setelah melewati jalanan itu dihadapan saya sekitar 50 meter kedepan sebelah kiri barulah terlihat gedung pertunjukan yang bermandikan cahaya, sementara sebelahkanannya terhampar lapangan yang begitu luas. Di depan gedung pertunjukkan, saya diharuskan berpisah dengan anak saya dan dia sangat kecewa dikiranya selama acara berlangsung dia dapat bersama-sama ibunya. Kasihan … kau nak.
Memasuki gedung pertunjukkan lewat pinggir kiri lagi-lagi disuguhi nuansa yang berbeda-beda, ada nuansa penuh bunga, berganti lagi dengan nuansa putih berkesan dingin dan …. saya lupa lagi. Pokoknya semuanya indah sementara dari dalam gedung sudah terdengar marawis sebagai acara pertama. Sebelum masuk gedung tiap walisantri diberi buku daftar acara dan snack, lalu saya mencari kursi.
Dekorasi gedung yg sangat indah dan mewah, sorot lampu berpendar ke setiap sudut belum lagi suara dari sound system yang berdentam-dentam semuanya benar-benar menyiratkan bahwa disini tengah berlangsung suatu pesta meriah. Sambutan dari pemimpin pondok, ustad pengasuhan yang berulang-ulang memohon kepada Allah SWT agar supaya acara malam ini penuh dengan barokah dijauhkan dari segala kemudarathan. Usai acara pidato, acara utama yaitu drama dibuka oleh ustadz pengasuhan. Di panggung api menyembur dengan indahnya sementara diluar gedung kembang api dinyalakan membuat suasana semakin meriah. Ketua acara memakai pakaian kupu-kupu yg sayapnya sangat besar, indah sekali.
Setelah pembukaan selesai ustadz pimpinan dan ustadz pengasuh meninggalkan tempat berlangsungnya acara. Di pesta ini tak ada lelaki dewasa yang diijinkan nonton, sekalipun ayah santriwati, laki-laki yang diperbolehkan hanyalah yang belum akil baliq. Satu persatu acara berlangsung, semuanya begitu berkesan bagi saya. Dimulai dengan marawis lalu grand opening yang menampilkan cuplikan acara yang tersusun dengan misi membuka wawasan warga Darussalam dalam berfikir dan berkreasi dalam seni sehingga mampu melahirkan dan mencetak generasi tangguh nan kreatif.
Acara pembukaan dilanjutkan dengan puisi, paduan suara, pantomim, kabaret dangdut, tari kipas, drama, pencak silat, buka banyak mata (seperti acaranya tukul), tari daerah yang begitu atraktif, tari india dengan pakaiannya yang begitu mewah. Adan juga acara kuya urhatnya para mudabbiroh sholehah (pengurus kamar) ttg santriwati yang diurusnya dan kebanyakannya menjengkelkan mereka). Seperti acara uya kuya tapi ditutup matanya bukan dihipnotis. acara ini paling meriah sambutannya karena menyentil para santriwati yang bandel, disajikan dengan cara lemah lembut dan mengajarkan tentang keikhlasan. Acara berikutnya adalah master chef yang menggambarkan para santriwati akan pentingnya pemahaman pada kewajiban seorang ibu), sebelum acara the legend of malin kundang. Acara masquarade mengikuti gaya grup band yang sedang top, dan saat menyanyikan lagu dari Wali diikuti serentak oleh para santriwati sambil menggoyangkan tangan diatas kepala mereka dan bernyanyi bersama-sama dan para santriwati memohon agar mereka menambah lagu lagi. Merinding saya melihat momen ini. Modern dance, puisi sandal, fashion show dan terakhir all star show.
Subhanallah … kehebohan acara ini (Drama Arena biasa disingkat DA) baik dari segi dekorasi, kostum dan kerjasama yang begitu kompak dari para santriwati kelas 5 membuat saya berdecak kagum. hasil kerja mereka seperti pekerjaan para profesional. Pakaian yang digunakan semuanya sangat gemerlap, mewah. Saat saya tanyakan pada ustadzah dekat saya, dia mengatakan bahwa pakaian itu dijahit oleh mereka sendiri, tidak ada campur tangan orang luar dan pakaian itu bukan inventaris. Setiap tahun kostum panggung selalu berubah. Awalnya saya pikir pakaian itu setiap tahunnya dipakai dan dipakai lagi.
Satu hal lagi, bisa saya bayangkan bagaimana suasana di ruang pakaian, setiap satu acara didukung oleh puluhan satriwati dengan pakaian yang begitu jelimet dan mereka merias sendiri. Tidak ada campur tangan orang dewasa. Penasaran saya juga tanyakan, dari mana mereka belajar tentang tarian dan lagu-lagu yang kebanyakannya sedang top, baik lagu indonesia maupun lagu barat padahal disitu tidak ada tv dan radio. Ternyata saat liburan lebaran atau libur maulud digunakan para santriwati untuk mencari. Paling asyik jika ada satu tarian pakai lagu barat atau Indonesia yang para santriwati hapal. Pasti otomatis mereka ikut bernyanyi.
Ada hal lain yang paling membuat saya terkesan, yaitu bagian dekorasi. Setiap satu mata acara, setting selalu berubah dan mereka tidak tanggung-tanggung. Ada kasur lengkap tempat tidurnya, sofa berukuran besar lengkap 1 set, ruang galeri yang kumplit dg lukisan dan dudukannya ataupun sekedar ruang kelas kumplit dg kursi murid serta papan tulisnya.
Saat pergantian acara, dua layar lebar terpampang menyajikan aneka hiburan agar para penonton mengalihkan perhatian dari panggung. Saat itulah para santriwati mengubah setting. Rok panjang yang membatasi gerak mereka tidak membuat mereka canggung, Dengan kompak dan sangat gesit mereka menggotong kasur, sofa dan lain-lain. Saya jadi teringat semut yang sedang bekerja sama. Saya sangat suka melihat mereka saat bekerja seperti ini.
Kelas 5 adalah masa yang paling berat. Tugas mereka mulai dari mengasuh adik kelas, menerima pendaftaran santri baru, mengajar, menyiapkan pagelaran seni dan tugas-tugas lainnya.
Acara ini digelar dari selepas shalat Isya hingga pukul 12.30. Di belakang saya para santriwati kelas 1 s.d 4 duduk bersama dan satu persatu mulai terlihat mengantuk. Banyak juga santriwati yang sudah tidur. Biasanya mereka tidur pukul 10 malam dan menonton acara ini hukumnya wajib bagi semua santriwti. Kalau sudah terlihat banyak yang tidur lampu sorot pasti diarahkan kepada mereka, dikedip-kedipkan yang bisa membuat mereka yang tertidur jadi bangun lagi. Terkadang para ukhti (kakak kelas) melempar mereka dengan aneka makanan, sehingga hilanglah rasa kantuk mereka dan segera menghabiskan makanan yang dilemparkan oleh para ukhtinya.
Acara yang sangat berkesan bagi saya, dari perempuan untuk perempuan. Semua sektor dipegang oleh perempuan, mulai dari kameramen, penataan lampu, sound system dan lain-lainnya. Juga meski mereka berdangdut, menari india, bernyanyi tapi setiap gerakan mereka tidak berlebihan, sekedar bergerak dan rasanya pantas saja mereka menghibur diri setelah disetiap harinya mereka berkutat mencari ilmu dunia dan akhirat yang sangat menguras tenaga dan pikiran. Bayangkan saja, setiap hari mereka harus bangun pukul 3.30 dan berakhir pukul 10 malam, tanpa ada istirahat. Kemarin pun acara selesai pukul 12.30 dan pukul 3.30 mereka sudah harus bangun lagi dan beraktifitas seperti biasanya. Anak sayapun pukul 06.00 sudah menghampiri saya. Rapih dg pakaian seragamnya. Saya tanyakan apa nggak cape. Dia menggeleng, sudah biasa katanya. Alhamdulillah ..suatu hal yang mustahil bila dia dirumah.
Sebenarnya tgl 1 nopember digelar juga acara Panggung Gembira kelas 6 dan katanya acaranya lebih meriah, sayang saya tidak merencanakan menonton karena tidak menyangka acara bakal sehebat ini. Mungkin tahun depan akan saya jadwalkan untuk menonton keduanya.
Acara ini terbuka untuk umum, tapi hanya untuk perempuan saja. Di Gontor apapun bakat anak, bakal tersalurkan dan gontor menyediakan fasilitasnya. Motto gontor adalah menjadikan perempuan sholehah yang tangguh. Kemanapun dunia bergerak, lulusan gontor harus bisa mengikutinya tanpa meninggalkan ajaran yang berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Saat berada di keramaian Drama Arena kemarin saya hampir terlupa bahwa saya tengah berada di sebuah pesantren yang jauh dari rumah yang sebagian besar orang menganggap bahwa pesantren Gontor itu kolot.
Semoga anak saya mampu dan kuat bertahan di Gontor hingga selesai. Bukan hal yang mudah bertahan di Gontor. Selain pelajaran yang lumayan sulit, kehidupan sehari-hari yang cukup berat juga intrik antar anak yang lumayan menyakitkan.
Andai waktu bisa diputar, saya ingin menjadi bagian dari pondok ini. Andai waktu bisa diulang, saya ingin menjadi santriwati Gontor Putri. Allahu Akbar … Allahu Akbar … Allahu Akbar …


http://mujaddid-sabang.blogspot.com/2012/03/gontor-from-inside-10.html

No comments:

Post a Comment

Jangan Lupa Berilah Komentar!!
Trimakasih atas kunjungannnya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...