Translate This

->

Saturday, June 16, 2012

GONTOR DARI DALAM (17) Masa Transisi yang berat: KH. ABDULLAH SYUKRI 3


Oleh : Ustadz Hasanain Juaini
(Alumni Gontor, Pimpinan Pondok Nurul Haramain, Lombok Barat, NTB)
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dari sisi objektif, tentu saya tidak padan untuk menceritakan tentang sosok putra Kyai Imam Zarkasyi yang satu ini. Tentang Kyai Syukri sudah terlalu banyak media yang melangsirnya. Tapi dari sisi subyektivitas saya, biarlah tak apa beberapa sisi akan saya sampaikan.
Kyai Imam Zarkasyi pernah mengatakan bahwa ciri-ciri besar kecilnya suatu lembaga pendidikan bisa dilihat dari besar kecilnya perpustakaannya. Saya sendiri karena melihat zaman sudah berubah berpendapat bahwa untuk saat ini ciri-ciri besar kecilnya lembaga pendidikan adalah pada seberapa besar suply listrik yang dipakainya. Bukankah buku-buku sudah di digitalized dan itensitas para warga selalu membutuhkan dukungan listrik? Mungkin.
Selanjutnya Pak Zar juga mengatakan bahwa ciri-ciri keberhasilan sebuah lembaga pendidikanadalah pada kemampuannya melahirkan kader-kader pelanjut yang kukuh pada visi dan missi. Nah Kyai Abdullah Syukri saya temukan sudah pulang dari Mesir saat saya menjadi santri baru 1979. dalam berbagai acara ada tiga orang yang tidak boleh tidak berada di samping beliau yaitu: KH. Soiman Lukamnul Hakim, Kyai Hasan Abdullah sahal dan Kyai Syukri Zarkasyi. Peristiwa itu saya perhatikan terus dan selalu demikian selama kurang lebih lima tahun samai saat terakhir Kyai Zarkasyi wafat.
Satu lagi yang harus saya sampaikan bahwa, kata Pak Zar, sebuah lembaga pendidikan selalu akan mengalami tiga jenis dinamika, (1) Periode Awal, masa penentuan apakah ia akan benar-benar berlanjut atau tidak; (2) Periode keemasan biasanya terjadi pada generasi kedua atau ketiga atau keempat, dan (3) Periode kemunduran dimana akan terjadi lagi masa uji apakah akan bangkit kembali atau hilang ditelan zaman. Contoh yang paling dipakai adalah Universitas Sorbon di Prancis, tempat berguru dan mengajarnya Sheikh Muhammad Abduh yang terkenal dengan ungkapannya: ” Islam ini tertutup keindahannya oleh perbuatan ummat Islam sendiri”.
Masa-masa sangat berat yang dihadapi trio-baru generasi kedua yang tadi saya sebutkan dan telah dikader cukup lama itu, adalah masa-masa gejolak psikologis para pencinta, pengagum Tri-murti. Seperti hati saya juga, bahwa ada rasa ketidak relaan memindahkan idola kepada generasi penerus ini. Bathin kita selalu mencari unsur-unsur yang membuktikan Kyai Syukri, Kyai Hasan dan Kyai Soiman sebagai tidak sepadan dengan Kyai Sahal, Kyai Zarkasyi dan Kyai Fanany. Tentang hal ini sejak lama Pak Zar memang mengingatkan. Kata beliau: ” Mungkin kalian tidak lagi akan mendaptkan manusia yang sama dengan Pak Zahal, Pak Zar dan Pak Fanany…..tapi…. jika kalian bersatu…. maka sangat munkgin kalian bisa menyamai atau bahkan melebihi.
kami juga melihat trio baru ini seperti gamang untukmengambil alih apa-apa yang selama ini menjadi demarkasi Pak Zar. Berbulan-bulan proses berjalan seperti otomatis saja, auto-pilot kata orang sekarang, maklum OPPM sudah terbiasa menjalankan rutinitas di Gontor. Tapi hal-hal yang bersifat strategis belum ada yang berubah. Ketiga beliau-beliau ini lebih sering kami lihat berkumpul bertiga atau sesekali memangging bagian pengasuhan, entah untuk urusan apa.
Mata-mata para guru seperti berkata-kata :
” Nah apa yang akan dilakukan trio baru ini ini?
Aaaaaah tak mungkin bisa sama dengan Tri-murti.
Mana bisa beliau-beliau ini?
ya ada harap ada cemas dan gemuruh cemburu yang paling menonjol.
Saya sendiri bertindak drastis, minta ijin pulang, berhenti jadi guru dengan baik-baik dengan alasan cari pengalaman baru. Padahal saya belum tamat di IPD (sekarang namanya ISID) Allahu akbar, ternyata inilah kesempatan saya diperkenalkan dengan Kyai Abdullah Syukri.
Pembaca bisa bayangkan kalau proses minta ijin harus saya lalui dua bulan lamanya.
Kedatangan pertama saya menghadap, langsung disuruh duduk di kursi model lama yang sangat lebar letak pantatnya dalam sekali. kita seperti tertanam kalau duduk di sana. Kyai Syukri bilang: Oh hasanain…kamu yang dari Lombok ya? Betul mau minta izin pulang?
Ya pak Kyai…
Saya benar-benar lupa apa yang kami bicarakan dahulu itu, yang masih terngiang adalah pandangan mata yang tajam, seperti mata panah menusuk, membuat kita kita lupa bergerak, apalagi mengeluarkan kata-kata. Maka praktis saya hanya mengeluarkan jawaban kadang-kadang ya atau sedikit bilang tidak, jika benar2 saya yakin harus bilang tidak. Selebihnya saya menerima khutbah bagai karung goni yang dimasukin beras….. Kloneeeeeeeng, kloneeeeeeeeeeeng, kloneeeeeeeeeeeng Bel besar berbunyi, waktu habis.
“Ya hasanain…besok saja datang lagi…” kata beliau, maka saya pamit dan kembali ngajar lagi.
Demikian terus terjadi hari demi hari, kadang ketemu kadang tidak. namun dalam masa-masa ini saya merasa seperti seorang yang sakaratul maut namun masih diberi kesempatan untuk membuat persiapan-persiapan. Apa yang saya lakukan di Gontor dalam masa dua bulan itu seperti hal yang luar biasa. Saya selalu bertanya ” Apa yang belum saya tahu tentang gontor ini? Apa yang perlu saya pelajari dari gontor ini? Bagaimana itu, bagai mana ini?
Pada akhirnya izin keluar juga dengan restu dan do’a. Namun tak urung saya meminta: Pak Kyai nanti kalau saya perlu belajar lagi di Gontor, mohon diijinkan. Beliau jawab singkat dengan jawaban yang tidak akan saya lupakan: Datang kapan-kapan. kamu kan KADER.
Menurut saya Kyai syukri ini adalah jagoan organisasi, jago mengkader, efektif dalam menjalankan kemauannya. Kalau berdialog selalu menyerang duluan dan kalau bisa tidak diberi kesempatan membalas. Beliau sendiri sering membuat analogi dengan bola basket. Semakin keras kita membantingnya akan semakin tinggi pula bola itu mampu mental ke atas. Jadi saran saya kalau berdialog dengan beliau agar lebih dahulu menjadikan diri anda bula kulit yang tebal dan liat agar tidak meledak kalau dibanting.
Kyai Syukri menghadapi juga masa kepulangan banyak sekali kader-kader Gontor baik yang dari Mesir, Madinah maupun Pakistan. Suatu kali saya dengar beliau terlepas menyebutkan sebuah mahfuzot bunyinya:
” Laa Yuudlo’u As-Saifaani fii Gindlin waahidin” = tidak boleh menyarungkan dua buah pedang dalam sebuah sarung. Saya memahami posisi beliau yang harus mengemban tidak hanya santri-santri tapi juga guru dan kader2 energik yang berdatangan. Kalau salang langkah bisa-bisa pedang2 saling makan.
Bukti kepiawaian generasi baru, trio pelanjut ini sungguh nyata dan memberi harapan yang lebih terang benderang tentang masa depan Gontor. Bermunculannya kampus-kampus, lembaga-lembaga dan pemimpin-pemimpin baru adalah jalan keluar yang strategik.
Dalam kunjungan Kyai Syukri Ke Pondok Pesantren Nurul haramain di Lombok yang kedua kali (sambil meresmikan Gedung “Imam Zarkasyi” yang kami bangun) kami sempat bertanya sambil protes kepda beliau: ” Pak Kyai, Dulu Pak Zar tidak mengartikan seribu Gontor itu seperti bapak sekarang yang justri membuat sendiri cabang-cabang gontor dimana-mana. Akibatnya pondok alumni bisa mati”
Beliau menjawab super taktis, dan bagi bagi saya masuk akal:
“Saya tunggu kalian membuat pondok kok enggak maju-maju, dibantu dengan guru-guru, malah gurunya pada lari semua. Mendingan saya sendiri yang buat”
” Tapi kalau kamu kan buktinya bisa maju. mungkin di Lombok tidak akan ada cabang Gontor langsung, cukup kalian saja. Cuma kalau kamu juga mundur, maka saya akan buat juga”
Subhanallah, putra Kyaiku yang awet muda dan berkulit kuning langsat, dengan kumis tipis ini, masih tetap menantang kami dan itu berarti juga menantang dirinya. Satu hal lagi yang tersisa dan tak habis fikir saya tentang Kyai Syukri ini, bisakah beliau meredam dirinya agar orang-orang hebat di samping kiri kanannya bisa menyembul ke permukaan menembus wibawanya yang kelewat ulet dan liat?
Jika suatu waktu beliau membaca tulisan ini saya ingin beliau tahu bahwa saya memintanya untuk : MENYATUKAN HARI RAYA UMMAT ISLAM INDONESIA.
Amiin
Wallahulmusta’an
wassalamu’alaikum
Narmada, Lombok Barat, NTB
22 Maret 2012

No comments:

Post a Comment

Jangan Lupa Berilah Komentar!!
Trimakasih atas kunjungannnya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...