Translate This

->

Wednesday, June 13, 2012

Muhammad Idris, Muadzin Gontor di Madinah


Mengumandangkan adzan di kampung sendiri mungkin merupakan suatu hal yang biasa, namun bila mengumandangkannya di negeri orang, apalagi di kota nabi, tentu merupakan hal yang ‘luar biasa’. Hal inilah yang sehari – hari dilakukan oleh Muhammad Idris, alumni Gontor tahun 2009 asal Kalimantan. Semenjak tiba di tanah suci, ia ditugaskan untuk menjadimuadzin di Masjid Ummul Mu’minin, salah satu masjid mewah di hayy(distrik) al-Hada, Madinah, Arab Saudi.


                                                          Suasana  Masjid Ummul Mukminin 

Kesempatan emas ini berawal saat kegiatan Daurah dan Muqabbalah yang diadakan oleh Universitas Islam Madinah (UIM) di Gontor 2, Ponorogo, tahun 1431 lalu. Pada kegiatan tersebut ia ditugaskan untuk menjadi qori’dalam acara pembukaan dan penutupannya. Terpukau dengan lantunan ayat yang ia baca, Syeikh Sulthan bin Umar al-Husein, salah satu dosen UIM yang mengikuti kegiatan tersebut menemuinya untuk sekedar berbincang – bincang seraya meminta nomor telepon yang bisa dihubungi.  

Gayung bersambut. Tak lama kemudian, datanglah panggilan resmi dari Arab Saudi untuknya agar segara berangkat dengan visa dan tiket pesawat gratis. Karena masih dalam masa pengabdian, ia meminta izin kepada pimpinan pondok untuk segera mengurus administrasi keberangkatan.Alhamdulillah, pimpinan pondok merespon positif dan mengizinkannya mengambil ijazah walau masa pengabdiannya belum genap setahun.

Pengalamannya di Jam’iyyatul Qurro’ (JMQ) ketika masih mondok di Gontor dulu sangat membantu tugas yang ia emban sekarang. Mengumandangkan adzan, membaca Al-Quran dengan tartil, menjadi imam shalat, tentu bukan sesuatu yang asing lagi baginya. Bahkan, di masjid tempatnya mengumandangkan adzan tersebut, ia sering memimpin shalat jamaah apabila sang imam berhalangan hadir.

Walau sudah berkecukupan secara materi, ia tidak melupakan harta manusia yang paling berharga, yaitu ilmu. Setiap hari Sabtu sampai Rabu, ia bersama kawannya, Hasan, berangkat menuntut ilmu di sekolah formal yang bertempat di Masjid Nabawi. Sekolah formal yang bernama Ma’had Haram Nabawi ini menerima siswa dari berbagai tingkatan akademik,Ibtidaiyyah (SD), Mutawashitah (SMP), maupun Tsanawiyyah (SMA). Materi yang diajarkan juga beraneka ragam sesuai dengan kelas dan tingkatannya.

Walhasil, berbagai kenikmatan bisa ia dapatkan di kota Rasul ini. Pahala yang berlipat, ilmu dari para ulama Madinah, rizki harta benda adalah bentuk nyata nikmat yang Allah telah berikan kepadanya. Hal tersebut patut ia syukuri disamping layak kita jadikan pelajaran untuk selalu menyadari betapa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan berbagai macam nikmat serupa bahkan lebih darinya.

Semoga tulisan ini tidak termasuk perbuatan riya’, ingin dipuji, ataupamer kelebihan, tapi karena mengamalkan firman Allah di penghujung surat Adh-Dhuha: wa amma bi ni’mati rabbika fahaddits!

No comments:

Post a Comment

Jangan Lupa Berilah Komentar!!
Trimakasih atas kunjungannnya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...