Translate This

->

Saturday, June 16, 2012

GONTOR DARI DALAM (15): Lek Perlu Sak Nyawane Pisan 1


Oleh : Ustadz Hasanain Juaini
(Alumni Gontor, Pimpinan Pondok Nurul Haramain, Lombok Barat, NTB)
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Ungkapan Njowo pada judul tulisan di atas, yang berarti “Bila Perlu dengan menyerahkan nyawa sekalipun siap”, lebih sering digunakan oleh Kyai Imam Zarkasyi ketimbang, misalnya diterjemahkan kedalam Bahasa Arab atau Bahasa Inggris. Secara psikologis tentu bahasa ibu seseorang akan lebih lekat dengan jiwanya ketimbang bahasa lainnya. Maka kalau nuansanya sudah begini fahamlah kita pak Kyai sedang berbicara dengan segala jiwa dan raganya. Jangan macam-macam.
Ketika seseorang mencari perbedaan kontras antara Pondok Modern Gontor dengan Pondok Pesantren lain maka dengan segera dan mayakinkan bisa dijawab : “kalau Gontor yang dikenal pondoknya, sedangkan orang-orangnya tidak.” Coba check seberapa banyakkah yang tahu nama pendiri dan pimpinan Pondok Modern Gontor dibandingkan dengan pondoknya sendiri? Apalagi siapa nama anak saudara atau menantu dan lan sebagainya. Nyaris tak pernah terdengar. Yang jelas keadaan ini disadari sepenuh atau dengan kata lainnya memang disengaja untuk menghormati fakta bahwa Gontor menjadi demikian bukan karena seseorang tapi karena banyak pihak.
Namun tak ayal bagi orang yang mau tahu lebih mendetail tentang siapa-siapa saja yang meulang-punggungi bangunan kokoh Gontor itu, pastilah tidak akan tinggal diam. Dia ingin tahu sekalipun tidak mungkin menyebutkan seluruhnya. Beberapa orang cukuplah, untuk sekedar pelepas dahaga terlebih bagi yang ingin mengikuti langkah-langkah Gontor atau mendirikan lembaga seperti Gontor bahkanyang melebihinya.
Sebagai alumni, dalam kesempatan ini saya mengambil satu sosok yang karena seringnya mengucapkan semboyan Lek Perlu Sak Nyawane Pisan itu. Juga karena cara pengucapannya yang sampai kelihatan dadanya berdegup dan nafasnya menjadi pendek-pendek. Saking menjiwai mungkin. Dialah “Maksum Yusuf.”
Para guru dan santri yang ditegur sapaa oleh Kyai Imam Zarkasyi serasa bagai keuntungan besar, apalagi kalau sempat disuruh, dimarahi atau diserahi tugas semakin kita merasa beruntung. Nah maksum Yusuf mendapatkan semuanya. Guru yang satu ini bahkan disuruh tinggal di perumahan dosen yang paling dekat dengan rumah Kyai Imam Zarkasyi, hanya dibatasi selembar pintu kayu.
Al-Ustaz Maksum Yusuf menjadi wali kelas kami di kelas lima B. beliau mengajarkan Materi English Grammar dengan text book gagah Practical English Grammar karangan A.J. Martinet terbitan Oxsport.
Saya ingat betul ketika Ustaz Maksum Yusuf mengajarkan phrase: “As…..as “ beliau lalu memberikan contoh sbb :
I am as What as Mr. Imam Zarkasyi wants me to do = Saya adalah orang yang akan mengerjakan apa saja yang Kyai Imam Zarkasyi inginkan untuk saya kerjakan….
wah dahsyaaaaaaat.
Pelajaran Grammarpun jadi terlupakan dan dengan cepat beralih ke ke-Pondok modern-an.
Beliau akan mulai bernafas pendek-pendek dan mata seperti melihat tapi sebenarnya perasaannya entah kemana. Melambung dan tidak menghiraukan entah siapa di depannya. Akan dikatakan semua ungkapan yang mencerminkan kecintaan, pengabdian, ketundukannya kepada Kyai Imam Zarkasyi…..dan akhirnya berujung “Aku iki Lek Perlu Sak Nyawane Pisan”.
Papan tulis akan penuh dengan garis-garis, kotak-kotak, bulatan-bulatan dan berbagai gambaran tentang sejarah panjang baik yang manis yang pahit getir, visi dan missi, rahasia-rahasia dan cita-cita Gontor dan akhirnya adalah alasan ilahiyyah mengapa beliau dengan jiwa dan raga akan siap berkorban untuk membela Kyai Imam Zarkasyi, beserta seluruh cita-cita dan keluarga beliau.
Ketika bel berbunyi, celana, baju dan dasi beliaupun sudah berlepotan dengan kapur, saking tidak pedulinya kepada selain kesayangannya itu.
Ketika santri-santri dari Luar Negeri berdatangan, maka untuk menjamin nama Bangsa didepan Bangsa lain, al-Ustaz Maksum Yusuflah yang ditugasi menanganinya dan sukses. Hampir semua betah dan tamat.
Pada akhirnya suatu waktu, kalau tidak keliru ingatan saya, pada tahun 1984 ketika saya menjadi guru baru di Gontor, Kyai Imam Zarkasyi menegaskan bahwa yang ditunjuk untuk menulis Sejarah Gontor adalah Al-Ustaz Maksum Yusuf. Semua pihak harus mendukung, dan memberi akses. Dan sejak itu beliau tidak boleh jauh dari samping Kyai Imam Zarkasyi.
Laiknya kisah Khidir menguji Musa, kami melihat Ustaz Maksum Yusuf tak mundur selangkahpun. Namun tersirat juga disela-sela joke-joke yang dipaksakan beliau di dapur guru, seperti ketika Saidina Ali Bin Abi Thalib ketika mendengar Rasulullah s.a.w membacakan Ayat “ Alyauma akmaltu lakum” .
Al-ustaz Maksum Yusuf sudah mencium sesuatu. Namun persisnya saya tidak tahu, yang jelas beliau segera meminta restu agar diijinkan mendirikan pondok pesantren di kampungnya yang bernama Slahung, Kecamatan Jetis, Ponorogo. Jaraknya sekitar 9 kilo meter dari Gontor. Jaminannya bahwa hal itu tidak sama sekali akan mengganggu tugas yang diamanahkan kepadanya. Restu di dapat demikian pula doa dan bantuan sekedarnya dari milik Kyai bukan milik Pondok.
Waktu itu jam mengajar resmi yang beliau pegang sekitar 50 khissoh seminggu. Semuanya safe. Tugas lain seperti pembinaan santri luar negeri, kepramukaan, kepengasuhan berjalan baik. Masalah tenaga, kesehatan, semangat jelas beliau nyaris tak ada tandingannya.
Menurut cerita Mbok dapur yang bertugas di rumah Kyai Imam Zarkasyi, biasanya Ustaz Maksum Yusuf sudah kedengaran menyandarkan sepeda onthelnya di Pokok Pohon Nangka yang tumbuh di depan Rumah Kyai Imam Zarkasyi sebelum matahari terbit. Beliau lalu menemani Kyai sampai bel mata pelajaran berdentang dimana beliau minta izin untuk mengajar. Selesai mengajar beliau akan kembali lagi ketempatnya semula untuk menulis apa-apa saja dari nara sumber utamanya. Akhirnya menjelang tengah malam Ustaz Maksum Yusuf akan minta diri untuk pulang menjenguk Pesantren barunya. Itupun setelah Istri beliau membunyikan lonceng sepeda di depan rumah Kyai Zarkasyi.
Setelah itu mereka berdua, yang penganten baru itu, berboncengan ke Desa Slahung. Waktunya antara jam 10 dan 12 malam. bisa ditempuh sekitar dua setengah jam. Rutin.
Saya tahu istri beliau alias Nyai Maksum yang masih muda belia ini adalah seorang guru ngaji di dusunnya yang bernama Mlarak. Kesanalah setiap pagi sepeda onthel itu menurunkan seorang penumpangnya untuk mengajar anak-anak mengaji sedangkan yang seorang lagi meneruskan ke Gontor. Jika malam sudah larut maka Bu Nyai kita ini akan berjalan kaki ke Gontor lalu mengucap salam dan membunyikan lonceng sepeda sebagai pertanda bagi suaminya bahwa waktu pulang sudah tiba.
Latar belakang inilah yang membuat heboh kami ketika mendengar cerita Al-Ustaz Maksum Yusuf pada suatu hari. Kata beliau, suatu waktu Istri saya datang sekitar jam 10, lalu salam dan membunyikan bel. Saya longok keluar pintu dan isyaratkan bahwa Kyai masih rehat tentu belum bisa minta izin. Setelah jam 12 malam, bel kembali terdengar, maka Ustaz maksum Yusuf keluar rumah dan meminta kepada istri beliau :
“Sudahlah dik, kamu pulang sendiri saja ke Slahung. Pak Kyai belum saya mintai ijinnya”
Istri beliau terkulai lemas:
“ Kang Mas, ini jam 12 malam. Saya tidak berani mas “
Ustaz Maksum Yusuf, Seakan ingin menceritakan seperti kejadian sebenarnya, melanjutkan ceritanya. Beliau berdiri di depan istrinya sambil mengangkat telunjuk ke langit dan dan berkata:
“Wis…moleho…kowe wani” = Sudah pulang sana. Kamu berani.
Tahun 2009 yang lalu saya sempat berziarah kepada Al-Mukarram KH. Maksum Yusuf ke Pesantrennya PP. Ar-Risalah di desa Slahung. Betapa megahnya, luasnya, komplitnya bahkan ada kolam renang untuk santri pula. Saya datang naik sepeda motor sewaan bersama Al-Ustaz Rahmat Abu Seman (kawan se periode dari Malaysia). Kami diantarkan menuju rumah kediaman beliau yang ternyata adalah sebuah kamar yang diselingi papan triplek, terbagi sebagiannya untuk kamar pengurus organisasi atau guru (maaf saya lupa yang tepatnya).
Ibu Nyai yang keluar kamar dahulu (begitulah rumah darurat, hanya ada teras memanjang tanpa ruang tamu segala). Ummi menyambut kami dan lalu membuka pintu, ternyata Kyai Tangguh itu sedang terbaring kurang sehat, demam, diatas dipan kayu dengan tikar tanpa kasur. Begitu kami memperdengarkan salam kami, beliau sontak bangun dan menyambar baju koko warna putih kebiru-biruan, kami berangkulan melepas rindu. Air mata saya mengalir namun suara tangis Rahmat Abu Seman menyeruak tak tertahankan. Beliau sembuh dan kami lalu duduk lebih sejam menerima petuah-petuah.
Bayangkan, dahulu tahun 1985 kami menjenguk beliau di Pondok reot, tak ada satupun gedung berdinding bata dan beratap genteng. Kini setelah semuanya mentereng ada gedung berlantai tiga, lapangan bola dan kolam renang terhampar, kami masih melihat sendiri beliau tergolek ditempat yang itu-itu juga. Subhanallah!!! Lihatlat mentalitas manusia made-in-Gontor teriak saya dalam hati.
Jika walsantor sempat ke Gontor, berziarahlah kepada Kyai Maksum Yusuf di PP. Arrisalah, Slahung, Jetis, Ponorogo. Temui beliau. Mintalah petuah dari bibir beliau yang lembut dan penuh madu. Petik kata dan kalimat yang meluncur dari mulut beliau.
Jika anda punya waktu luang biarlah beliau menghabiskan isi hatinya, tapi bila anda orang yang berwaktu sempit maka ingat jangan sampai lupa waktu karena beliau bisa memukau dengan lontaran-lontaran kalimat beliau yang bersemangat dan meledak-ledak. Itulah pertanda beliau hendak membagi derita ummat ini agar anda juga turut memikulnya.
Menjelang kami berpamitan, sempat kami bertanya tentang perasaan beliau saat itu. Dengan dingin beliau menjawab: “ Pondok ini terlalu cepat maju. Saya khawatir ada hal penting yang terlupakan. Siang malam kami introspeksi”
Dipelataran Masjid jamik megah, luas namun belum selesai pembangunannya, beliau berkata:
“ Rahmat, Hasanain…nanti kalau lewat di Siman, sebelum nyampe kampus ISID, tolong tengok ke Timur. Di sana ada tanah warisan ibu bapak saya, luasnya sehektar lebih. Sudah saya serahkan kepada pemerintah sebagai wakaf kami untuk dijadikan Rumah sakit Islam. Jika mereka tidak mampu membangunnya, maka saya yang akan membangunnya. Do’akan ya? agar berkah hidup kami”
Untukmu Ustazul Karimku: Maksum Yusuf Zarkasyi Al-Gontory.
Narmada, Lombok Barat, NTB
20 Maret 2012. Pukul 08.30

No comments:

Post a Comment

Jangan Lupa Berilah Komentar!!
Trimakasih atas kunjungannnya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...