Saya melihat buku ini di (Toko Buku Daarut Tauhid Bandung), sungguh sangat tertarik. Kemarin (15-11-2009) saya membacanya sekilas dan tertarik meneliti dan mengembangkannya.
Saya Teringat suatu ketika. Waktu itu ketika masih duduk di kelas 5 sekolah dasar, guru saya (Kalwan, S.Pd.) berkata kepada saya: "Neraskeun Sakolana ka Gontor atuh= melanjutkan sekolahnya Ke-Pesantren Gontor ya!"
Namun apa daya, karena ini merupakan kehendak Yang Maha Kuasa, namun Alhamdulilah saya diberikan kesempatan untuk meneliti dan mengadopsi Karakteristik Pondok Modern ini. Semoga!
Saya Teringat suatu ketika. Waktu itu ketika masih duduk di kelas 5 sekolah dasar, guru saya (Kalwan, S.Pd.) berkata kepada saya: "Neraskeun Sakolana ka Gontor atuh= melanjutkan sekolahnya Ke-Pesantren Gontor ya!"
Namun apa daya, karena ini merupakan kehendak Yang Maha Kuasa, namun Alhamdulilah saya diberikan kesempatan untuk meneliti dan mengadopsi Karakteristik Pondok Modern ini. Semoga!
Sejarah
MEMBENTUK MENTAL DAN KARAKTER (CHARACTER BUILDING)
Di dalam kehidupan masyarakat, faktor akhlaq anggotanya merupakan salah satu faktor yang menentukan corak kehidupan masyarakat tersebut. Di Pondok Modern pendidikan akhlaq atau pembentukan mental/karakter ini sangat diutamakan.
Pendidikan yang ada di Pondok Modern ialah pendidikan KEMASYARAKATAN. Segenap pelajar berlatih memperhatikan dan mengerjakan hal-hal yang nanti akan dialami di dalam masyarakat . sesuatu yang akan diselengggarakan dengan mengingat hal-hal yang akan dijumpai oleh para pelajar di dalam masyarakat.
Semua pelajar dididik agar mempunyai rasa cinta kepada masyarakat dan rasa cinta berkorban untuk masyarakat, khususnya masyarakat Islam. Kurangnya atau hilangnya sifat-sifat serupa itulah yang menyebabkan kemunduran ummat Islam dewasa ini.
Di samping itu, pelajar dididik kesederhanaan dan keikhlasan di dalam hatinya. Kesederhanaan dan keikhlasan akan menimbulkan keberanian untuk hidup, kepercayaan kepada diri sendiri, serta kejujuran. Sifat-sifat ini sangat diperlukan dan dihargai oleh masyarakat.
Di Pondok Modern ini semua pelajar diberi kebebasan seluas mungkin, akan tetapi mereka dididik bertanggung jawab, semboyan bagi setiap pelajar Pondok Modern ialah:
- Berbudi Tinggi
- Berbadan sehat
- Berpengetahuan luas
- Berfikiran bebas
Hal-hal tersebut di atas benar-benar dipraktekkan oleh pelajar-pelajar Pondok Modern, dengan organisasi pelajarnya yang mengatur segala aktivitas mereka. Segala sesuatu mengenai kehidupan para pelajar diatur dan diselenggarakan oleh mereka sendiri dengan cara yang demokratis, gotong royong, dalam suasana ukhuwwah diniyah yang mendalam, dan kesemuanya itu tidak lepas dari pengawasan dan bimbingan pengasuh-pengasuhnya.
KEMAJUAN YANG MEYAKINKAN
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya Pondok Modern telah mencatat kemajuan-kemajuan yang menyakinkan masa depannya. Mula-mula pada tahun 1926 didirikan Sekolah Dasar atau ibtidaiyah dengan nama TARBIYATUL ATHFAL (TA). Tingkat dasar ini berjalan dengan baik dan berkembang meluas ke daerah-daerah sekitar, sebagai cabang dari Tarbiyatul Atfhal Darussalam Gontor.
Sepuluh tahun kemudian didirikan SEKOLAH MENENGAH PERTAMA atau TSANAWIYAH ULA, yang kemudian disempurnakan dengan mengadakan SEKOLAH MENENGAH TINGKAT ATAS atau ‘ALIYAH berbentuk Sekolah Guru Atas dengan nama “KULLIYATU-L- MU‘ALIMIN AL-ISLAMIYAH” (KMI). Di dalamnya, diajarkan pelajaran agama, umum, dan bahasa asing.
Setelah mendirikan KMI, untuk sementara TA terpaksa dilepaskan dan masing-masing berdiri sendiri di luar Pondok Modern Darussalam Gontor. Hal ini terpaksa dilakukan untuk memusatkan perhatian ke arah langkah yang meningkat.
Pada tahun 1940 didirikan tingkat yang lebih tinggi dari KMI yaitu Sekolah Guru Tinggi (BI) Agama dan Bahasa Arab dengan maksud untuk mencukupi hajat masyarakat akan kekurangan guru di Sekolah-sekolah Menengah pada umumnya. Tetapi tingkat ini hanya berlangsung sampai tahun 1945, disebabkan oleh pergolakan di tanah air. Pada tahun itu, pemuda-pemuda Pondok Modern, terutama dari tingkat atas, banyak yang meninggalkan pondoknya dan aktif dalam revolusi fisik mengusir penjajah.
Baru, pada akhir tahun 1963, tingkat tinggi itu dibuka kembali, dengan mendirikan PERGURUAN TINGGI “DARUSSALAM”. Untuk pertama kali, dibuka dua fakultas, yaitu Fakultas Tarbiyah dan fakultas Ushuluddin.
SINTESA EMPAT UNSUR
Sejak berdirinya sampai sekarang, Pondok Moden Gontor telah mengalami perkembangan yang menggembirakan, akan tetapi apa yang dicapai sampai sekarang ini, barulah merupakan tarap permulaan menuju cita-cita yang telah sejak dahulu menjadi idaman hati pendirinya, ialah ide sintesa antara:
1. AL-AZHAR di Republik persatuan Arab, dengan kubu pertahanan Islamnya, wakafnya yang luas dan keabadiaanya;
2. Pondok SYANGGIT di Afrika dengan kedermawanan pengasuhnya sampai segala ongkos hidup mahasiswa ditanggung oleh Pondoknya pula;
3. ALIGARH di India, dengan modernisasinya atau Revival of Islam-nya;
4. ANTINIKETAN á la Rabindranat Tagore di India, dengan kesederhanaan dan kedamaiannya.
Dengan sintesa antara keempat unsur tersebut, Pondok Modern bermaksud mencetak muballigh-muballigh dan sarjana-sarjana muslim yang komplit, cakap, dan tangguh yang akan berkhidmat kepada masyarakat.
Usaha menuju cita-cita tersebut senantiasa dilakukan meskipun berjalan lambat. Sebab, sejak dahulu Pondok Modern berdiri di atas kaki sendiri sebagai usaha SWASTA sepenuhnya, dan tidak berada di bawah naungan sesuatu Partai Politik atau golongan pun. Tetapi, para pengasuh Pondok Modern yakin, bahwa pada waktunya, tujuan itu dapat dicapai.
YAKIN AKAN PERTOLONGAN ALLAH SWT
Pondok Modern Darussalam Gontor didirikan tanpa modal material, kecuali sebuah masjid yang sudah sangat tua dan sebidang tanah, warisan (peninggalan) dari pengemudi (Kyai) Pondok yang lalu.
Oleh pendiri Pondok Modern Gontor (yakni Trimurti: Ahmad Sahal, Zainuddin Fanani, dan Imam Zarkasyi), harta warisan dari orang tua beliau-beliau itu dan juga semua harta milik Pondok Modern Gontor kemudian, DIWAKAFKAN GUNA KEPENTINGAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ISLAM dengan harapan mudah-mudahan menjadi amal jariyah bagi beliau-beliau dan orang tua beliau dan bagi semua yang turut berjasa kepada Pondok Modern Gontor.
Modal utama guna mendirikan Pondok Modern ini ialah: Do‘a ke hadirat Allah Yang Maha Pemurah. Dan, alhamdulillah, Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan kepada Pondok Modern Gontor. Dengan pertolongan Allah SWT, setelah Pondok Modern Gontor ini maju mulailah terbuka hati beberapa badan (organisasi) dan dermawan muslim untuk membantu usaha Pondok Modern Gontor, begitu juga Pemerintah Republik Indonesia telah mulai menaruh perhatian kepada usaha Pondok Modern Gontor. Hal itu merupakan kesyukuran bagi Pondok Modern Gontor, sebab dengan bantuan itu berarti akan mempercepat dan menambah hasil usaha Pondok Modern Gontor.
BANTUAN LUAR NEGERI
Masyarakat Indonesia mulai memperhatikan sungguh-sungguh kepada usaha-usaha yang dilakukakan oleh Pondok Modern Gontor, dan mulai memberikan bantuan yang memajukan usaha tersebut. Di samping itu, Pondok Modern Gontor juga sudah pernah mendapat bantuan dari LUAR NEGERI, yaitu dari Republik Persatuan Arab berupa bea-siswa, buku-buku dan tenaga ahli untuk mengajar Agama dan Bahasa Arab, serta Kerajaan Saudi Arabia berupa bea-siswa dan buku-buku, bantuan-bantuan itu, di antaranya disalurkan melalui Departemen Agama Republik Indonesia.
Bantuan-bantuan itu, dari manapun juga datangnya, dapat diterima oleh Pondok Modern Gontor, asal saja tidak mengikat.
Mengingat tujuan yang hendak dicapai, maka hajat Pondok Modern Gontor masih banyak dan masih jauh dari kecukupan. Apa yang telah dicapai sekarang ini, meskipun banyak orang yang terpesona dan sudah merasa puas sebenarnya barulah merupakan langkah permulaan atau persiapan untuk mencapai tujuan yang jauh.
Para Pengasuh Pondok Modern Gontor tetap yakin kepada pertolongan Allah yang Maha Kuasa, bahwa Allah akan mengetuk hati sanubari kaum muslimin, untuk berlomba di jalan Allah, menanam amal jariyah di Pondok Modern Gontor. Sebab usaha yang dilakukan oleh Pondok Modern Gontor bukanlah untuk kepentingan pribadi pengasuh-pengasuhnya, melainkan semata-mata untuk menegakkan Kalimat Ilahi, untuk keselamatan dan kesejahteraan Ummat.
Dan pengorbanan apakah yang pasti dapat diharapkan buahnya yang memuaskan, kecuali amal jariyah.
Buku yang ditulis oleh Tasirun Sulaiman ini benar-benar memberikan inspirasi bagi orang-orang yang haus akan contoh teladan dari orang-orang yang memang memiliki keteladanan itu sendiri, dan buku ini mampu menyajikannya dengan menghadirkan tokoh KH Ahamd Sahal dan K.H. Imam Zarkasyi sang pendiri Gontor. Sepintas buku Wisdom of gontor ini tak lebih layaknya buku sejarah gontor yang sesuai jika disampaikan kepada seluruh keluarga besar gontor. Tapi dengan membaca keseluruhan isi dan memikirkan nilai-nilai sebenarnya yang disampaikan sang penulis maka semua umat muslim di negeri ini dapat dikatakan rugi jika tidak membacanya.
Mutiara-mutiara gontor yang disajikan dalam buku ini disajikan oleh Tasirun Sulaiman untuk mengajak pembaca agar berpikir lebih bijak khususnya dalam menyikapi perbedaan-perbedaan ideologi dan pemahaman yang sering terjadi di sekitar kita. Trimurti memberikan contoh yang sangat kompleks tentang bagaimana seharusnya islam diterapkan dalam kehidupan.
Di antaranya adalah dalam hal Kebersamaan, dengan menjadikan kitab bidayatul mujtahid sebagai contoh konkrit dari sesepuh islam jaman dulu, kebersamaan atau toleransi menjadi fokus para pendiri Gontor. Contoh kesederhanaan dengan bukti keseharian keduanya sebagai orang yang jauh dari jeratan melik dan kerakusan. Bahkan K.H. Imam Zarkasyi tetap konsisten dengan box toyota kijang dan Daihatsu Hijau milik beliau. Contoh keikhlasanpun diajarkan dengan elok, kedua Kiai tak hanya mengajar di ruang-ruang kelas, melainkan seberapa jauh kedekatan emosi yang diharapkan oleh santri-santri selalu dapat terpenuhi, waktu mereka telah direlakan untuk santri dan umat.
Tentang Ketegaran?. Atas pemikiran K.H Ahmad Sahal dan K.H Imam Zarkasyi, Gontor menjadi pusat perhatian saat itu, terobosan-terobosan yang diajarkan dalam pondok pesantren modern ini mencengangkan tidak hanya bagi tokoh-tokoh islam indonesia melainkan juga beberapa negara timur tengah dan juga barat. Untuk menjadi seperti itu bukanlah mudah. Walaupun keraguan dan kekhawatiran sempat terjadi di kalangan masyarakat, namun dengan keyakinan yang kuat sang Kiai mampu mengiring Gontor menghasilkan para alumni yang dibutuhkan oleh negeri ini.
Sedangkan pengorbanan, nyawa jadi taruhan mereka sang pendiri Gontor. Semua nilai-nilai nyaris mampu dicontohkan dengan baik. Ketegaran dan kuatnya tekad K.H. Ahmad sahal dan K.H. Zarkasyi dalam memperjuangkan agar Gontor dapat tetap hidup dan menjadi perekat umat memberikan nilai kekuatan tersendiri bagi para keluarga besar gontor, namun tidak puas hanya sampai di situ tujuan yang diharapkan oleh kedua pendiri gontor itu, kematianpun ibarat kue yang pantas diperebutkan demi tumbuhnya nilai-nilai islam yang menyejukkan semua golongan tanpa adanya prasangka-prasangka dan sikap ke-akuan yang tinggi di nusantara.
“Sebagai perekat umat”, itulah yang diharapkan dari para lulusan Gontor. Namun itu jugalah yang hendaknya jadi moto semua lembaga-lembaga islam di negeri ini, khususnya pondok-pondok pesantren. Dengan menyebutkan satu demi satu nama-nama lulusan Gontor dan pencapaian-pencapaian gemilang mereka serta bagaimana menyikapi perbedaan peran mereka dalam berkontribusi pada umat, Tasirun tidak hanya ingin memotivasi santri-santri yang tengah berada di lembaga itu melainkan juga berpesan kepada seluruh pembaca bahwa setidaknya harapan dari para pendiri Gontor telah menemukan awal wujudnya.
Sisi-sisi positif sangat tergambar dengan jelas dalam buku ini, penulis lebih banyak menampakkan kegemilangan pencapaian para alumni Gontor. Kritik dan permasalahan seolah tak pernah terjadi di Gontor, melainkan sedikit. Sejatinya, kesuksesan dan gemerlapnya pencapaian para alumni tidak akan lepas dari kesuksesan mereka dalam menghadapi setiap masalah saat berada di Gontor. Selain itu, penggunaan bahasa yang dilatarbelakangi pengalaman penulis sebagai santri Gontor cenderung sulit dipahami oleh mereka yang tidak pernah mengenyam di sana, begitu juga masyarakat pedesaan yang sebenarnya banyak di antara mereka yang menitipkan anak mereka di Gontor.
Hairul Muslimna
Mahasiswa dan Santri PonPes Universitas Islam Indonesia (UII)
Di Yogyakarta
Sumber:
http://gontor.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=67&Itemid=53
Mutiara-mutiara gontor yang disajikan dalam buku ini disajikan oleh Tasirun Sulaiman untuk mengajak pembaca agar berpikir lebih bijak khususnya dalam menyikapi perbedaan-perbedaan ideologi dan pemahaman yang sering terjadi di sekitar kita. Trimurti memberikan contoh yang sangat kompleks tentang bagaimana seharusnya islam diterapkan dalam kehidupan.
Di antaranya adalah dalam hal Kebersamaan, dengan menjadikan kitab bidayatul mujtahid sebagai contoh konkrit dari sesepuh islam jaman dulu, kebersamaan atau toleransi menjadi fokus para pendiri Gontor. Contoh kesederhanaan dengan bukti keseharian keduanya sebagai orang yang jauh dari jeratan melik dan kerakusan. Bahkan K.H. Imam Zarkasyi tetap konsisten dengan box toyota kijang dan Daihatsu Hijau milik beliau. Contoh keikhlasanpun diajarkan dengan elok, kedua Kiai tak hanya mengajar di ruang-ruang kelas, melainkan seberapa jauh kedekatan emosi yang diharapkan oleh santri-santri selalu dapat terpenuhi, waktu mereka telah direlakan untuk santri dan umat.
Tentang Ketegaran?. Atas pemikiran K.H Ahmad Sahal dan K.H Imam Zarkasyi, Gontor menjadi pusat perhatian saat itu, terobosan-terobosan yang diajarkan dalam pondok pesantren modern ini mencengangkan tidak hanya bagi tokoh-tokoh islam indonesia melainkan juga beberapa negara timur tengah dan juga barat. Untuk menjadi seperti itu bukanlah mudah. Walaupun keraguan dan kekhawatiran sempat terjadi di kalangan masyarakat, namun dengan keyakinan yang kuat sang Kiai mampu mengiring Gontor menghasilkan para alumni yang dibutuhkan oleh negeri ini.
Sedangkan pengorbanan, nyawa jadi taruhan mereka sang pendiri Gontor. Semua nilai-nilai nyaris mampu dicontohkan dengan baik. Ketegaran dan kuatnya tekad K.H. Ahmad sahal dan K.H. Zarkasyi dalam memperjuangkan agar Gontor dapat tetap hidup dan menjadi perekat umat memberikan nilai kekuatan tersendiri bagi para keluarga besar gontor, namun tidak puas hanya sampai di situ tujuan yang diharapkan oleh kedua pendiri gontor itu, kematianpun ibarat kue yang pantas diperebutkan demi tumbuhnya nilai-nilai islam yang menyejukkan semua golongan tanpa adanya prasangka-prasangka dan sikap ke-akuan yang tinggi di nusantara.
“Sebagai perekat umat”, itulah yang diharapkan dari para lulusan Gontor. Namun itu jugalah yang hendaknya jadi moto semua lembaga-lembaga islam di negeri ini, khususnya pondok-pondok pesantren. Dengan menyebutkan satu demi satu nama-nama lulusan Gontor dan pencapaian-pencapaian gemilang mereka serta bagaimana menyikapi perbedaan peran mereka dalam berkontribusi pada umat, Tasirun tidak hanya ingin memotivasi santri-santri yang tengah berada di lembaga itu melainkan juga berpesan kepada seluruh pembaca bahwa setidaknya harapan dari para pendiri Gontor telah menemukan awal wujudnya.
Sisi-sisi positif sangat tergambar dengan jelas dalam buku ini, penulis lebih banyak menampakkan kegemilangan pencapaian para alumni Gontor. Kritik dan permasalahan seolah tak pernah terjadi di Gontor, melainkan sedikit. Sejatinya, kesuksesan dan gemerlapnya pencapaian para alumni tidak akan lepas dari kesuksesan mereka dalam menghadapi setiap masalah saat berada di Gontor. Selain itu, penggunaan bahasa yang dilatarbelakangi pengalaman penulis sebagai santri Gontor cenderung sulit dipahami oleh mereka yang tidak pernah mengenyam di sana, begitu juga masyarakat pedesaan yang sebenarnya banyak di antara mereka yang menitipkan anak mereka di Gontor.
Hairul Muslimna
Mahasiswa dan Santri PonPes Universitas Islam Indonesia (UII)
Di Yogyakarta
Sumber:
http://gontor.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=67&Itemid=53
No comments:
Post a Comment
Jangan Lupa Berilah Komentar!!
Trimakasih atas kunjungannnya.