[JAKARTA] Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, penyatuan zona waktu di Indonesia itu merupakan langkah yang keliru dan mengorbankan 200 juta jiwa masyarakat Indonesia.
"Ini bisa menimbulkan kekacauan, tidak ada alasan objektifnya untuk menyatukan zona waktu di Indonesia," kata Jusuf Kalla di Jakarta, Selasa (29/5).
Penyatuan zona waktu di Indonesia menjadi GMT + 8 (Waktu Indonesia bagian Tengah) yang diwacanakan pemerintah tersebut, akan membuat 193 juta jiwa di wilayah Indonesia bagian barat dan enam juta penduduk Indonesia bagian Timur harus mengubah pola hidupnya secara drastis.
Bagi mereka yang berada di Barat, harus beraktivitas lebih pagi atau lebih gelap dari sebelumnya. Ia mencontohkan, para pekerja yang tinggal di Bekasi dan bekerja di Jakarta yang biasanya berangkat dari rumah 05.30 WIB agar sampai di Jakarta pukul 07.00 WIB dengan penyatuan zona waktu GMT+8 tersebut harus berangkat lebih pagi lagi yaitu pukul 04.30 WIB.
"Terus harus bangun lebih pagi lagi, makan pagi jam 04.00 lebih malam, dan berangkat 04.30 WIB mereka shalatnya bagaimana?," katanya.
Belum lagi mereka yang tinggal di daerah paling barat Indonesia seperti Aceh yang tentunya harus lebih pagi lagi. "Bagaimana mereka yang mau sekolah, masak pakai obor untuk jalan ke sekolah," katanya.
Jusuf Kalla mengatakan zona waktu sebenarnya menyesuaikan keseimbangan alam. Bila jam 06.00 di daerah tropis memang seharusnya matahari terbit, begitu pula pukul 12.00 matahari berada di tengah-tengah dan pukul 06.00 malam, saat matahari tenggelam.
Untuk itu, berdasarkan letak geografis dengan rentang panjang wilayah Indonesia mencapai 5.000 km maka sangat tidak logis untuk menyatukan zona waktu melihat kondisi alam.
"Di seluruh dunia, tidak ada negara dengan rentang panjangnya 5000 km memiliki satu zona waktu kecuali hanya China, itu pun karena keputusan partai komunis China pada 1949 untuk mengontrol kekuasannya, jadi alasan politik kekuasaan," katanya.
Ia mencontohkan Amerika serikat misalnya memiliki hingga sembilan zona waktu dan enam diantaranya berada di wilayah daratan termasuk Alaska.
Begitu pula dengan Australia yang memiliki tiga zona waktu. Indonesia, pada 1942 menurut dia, pernah dilakukan penyatuan zona waktu oleh penjajah Jepang. Hal ini oleh Penjajah Jepang guna menyamakan waktu penghormatan kepada Kaisar Jepang pada pukul 12.00. "Apa kita mau kembali ke masa Jepang," katanya.
JK mengatakan, pernyataan bahwa penyatuan zona waktu akan membuat lebih produktif tidak dasarnya. "Apakah AS tidak produktif, Australia tidak produktif, produktifitas itu tidak ada hubungannya dengan zona waktu, itu ngawur," katanya.
Penyatuan zona waktu juga tidak ada hubungannya dengan perdagangan, sebab sampai saat ini dengan berbagi macam zona waktu didunia, perdagangan juga lancar-lancar saja.
Penyatuan zona waktu juga justru menimbulkan pemborosan energi, karena hampir 200 juta jiwa masyarakat di wilayah barat harus menyesuaikan satu jam lebih awal.
"Artinya ketika bangun masih gelap dan mereka akan mulai menyalakan listrik lebih dulu," katanya.
JK juga membantah pengubahan waktu memperbaiki kinerja pasar modal. Sebab menurut dia, pasar modal di berbagai belahan dunia sampai saat ini juga memiliki jam pembukaan pasar yang berbeda-beda. "Perbaikan kinerja itu ya berdasarkan kinerja perusahaan yang listing di pasar modal," katanya.
Ia menambahkan, bila memang pasar modal ingin memiliki waktu yang disamakan dengan Singapura, maka tidak seharusnya mengorbankan 200 juta jiwa penduduk Indonesia untuk mengubah ritme hidupnya dengan menyatukan zona waktu.
"Solusinya gampang, ya ajukan saja jam pembukaan pasar menjadi jam 08.00, jadi hanya 2.000 orang yang bekerja di pasar modal yang bangun lebih dulu. Jangan pasar modal menjajah orang dong, karena kepentingan pasar modal masak 200 juta orang susah," katanya. [Ant/L-8]
Suara Pembaruan
"Ini bisa menimbulkan kekacauan, tidak ada alasan objektifnya untuk menyatukan zona waktu di Indonesia," kata Jusuf Kalla di Jakarta, Selasa (29/5).
Penyatuan zona waktu di Indonesia menjadi GMT + 8 (Waktu Indonesia bagian Tengah) yang diwacanakan pemerintah tersebut, akan membuat 193 juta jiwa di wilayah Indonesia bagian barat dan enam juta penduduk Indonesia bagian Timur harus mengubah pola hidupnya secara drastis.
Bagi mereka yang berada di Barat, harus beraktivitas lebih pagi atau lebih gelap dari sebelumnya. Ia mencontohkan, para pekerja yang tinggal di Bekasi dan bekerja di Jakarta yang biasanya berangkat dari rumah 05.30 WIB agar sampai di Jakarta pukul 07.00 WIB dengan penyatuan zona waktu GMT+8 tersebut harus berangkat lebih pagi lagi yaitu pukul 04.30 WIB.
"Terus harus bangun lebih pagi lagi, makan pagi jam 04.00 lebih malam, dan berangkat 04.30 WIB mereka shalatnya bagaimana?," katanya.
Belum lagi mereka yang tinggal di daerah paling barat Indonesia seperti Aceh yang tentunya harus lebih pagi lagi. "Bagaimana mereka yang mau sekolah, masak pakai obor untuk jalan ke sekolah," katanya.
Jusuf Kalla mengatakan zona waktu sebenarnya menyesuaikan keseimbangan alam. Bila jam 06.00 di daerah tropis memang seharusnya matahari terbit, begitu pula pukul 12.00 matahari berada di tengah-tengah dan pukul 06.00 malam, saat matahari tenggelam.
Untuk itu, berdasarkan letak geografis dengan rentang panjang wilayah Indonesia mencapai 5.000 km maka sangat tidak logis untuk menyatukan zona waktu melihat kondisi alam.
"Di seluruh dunia, tidak ada negara dengan rentang panjangnya 5000 km memiliki satu zona waktu kecuali hanya China, itu pun karena keputusan partai komunis China pada 1949 untuk mengontrol kekuasannya, jadi alasan politik kekuasaan," katanya.
Ia mencontohkan Amerika serikat misalnya memiliki hingga sembilan zona waktu dan enam diantaranya berada di wilayah daratan termasuk Alaska.
Begitu pula dengan Australia yang memiliki tiga zona waktu. Indonesia, pada 1942 menurut dia, pernah dilakukan penyatuan zona waktu oleh penjajah Jepang. Hal ini oleh Penjajah Jepang guna menyamakan waktu penghormatan kepada Kaisar Jepang pada pukul 12.00. "Apa kita mau kembali ke masa Jepang," katanya.
JK mengatakan, pernyataan bahwa penyatuan zona waktu akan membuat lebih produktif tidak dasarnya. "Apakah AS tidak produktif, Australia tidak produktif, produktifitas itu tidak ada hubungannya dengan zona waktu, itu ngawur," katanya.
Penyatuan zona waktu juga tidak ada hubungannya dengan perdagangan, sebab sampai saat ini dengan berbagi macam zona waktu didunia, perdagangan juga lancar-lancar saja.
Penyatuan zona waktu juga justru menimbulkan pemborosan energi, karena hampir 200 juta jiwa masyarakat di wilayah barat harus menyesuaikan satu jam lebih awal.
"Artinya ketika bangun masih gelap dan mereka akan mulai menyalakan listrik lebih dulu," katanya.
JK juga membantah pengubahan waktu memperbaiki kinerja pasar modal. Sebab menurut dia, pasar modal di berbagai belahan dunia sampai saat ini juga memiliki jam pembukaan pasar yang berbeda-beda. "Perbaikan kinerja itu ya berdasarkan kinerja perusahaan yang listing di pasar modal," katanya.
Ia menambahkan, bila memang pasar modal ingin memiliki waktu yang disamakan dengan Singapura, maka tidak seharusnya mengorbankan 200 juta jiwa penduduk Indonesia untuk mengubah ritme hidupnya dengan menyatukan zona waktu.
"Solusinya gampang, ya ajukan saja jam pembukaan pasar menjadi jam 08.00, jadi hanya 2.000 orang yang bekerja di pasar modal yang bangun lebih dulu. Jangan pasar modal menjajah orang dong, karena kepentingan pasar modal masak 200 juta orang susah," katanya. [Ant/L-8]
Suara Pembaruan
No comments:
Post a Comment
Jangan Lupa Berilah Komentar!!
Trimakasih atas kunjungannnya.