Tidaklah benar orang Islam dalam menjalani hidup ini tanpa harta, begitu juga jangan menjadikan kemiskinan itu sebagai bagian dari ciri orang Islam. Jadilah orang Islam yang kaya tapi ingat kekayaan, jangan sampai membuat kita lalai akan kewajiban kita pada Sang Pencipta. Allah swt mengingatkan kita dengan firmanNya yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah".
Dari ayat ini jelaslah bahwa orang Islam itu harus kaya, tapi ingat kekayaan itu adalah nikmat yang harus di syukuri, dan amanat yang wajib dijaga. Harta yang kita miliki hanyalah sebagai titipan yang sebenarnya hanyalah milik Allah swt yang dipercayakan kepada kita untuk bisa mengembangkannya dan membelanjakannya dengan baik. Jika harta yang kita miliki adalah milik Allah swt yang dipercayakan kepada kita, maka wajib bagi kita untuk selalu memperhatikan petunjuk-petunjuk si pemilik harta, melaksanakan apa yang diinginkan si pemilik, apa yang membuat si pemilik bahagia dan meninggalkan perbuatan yang membuat si pemilik marah.
Marilah kita bahas disini hal yang berhubungan dengan aturan-aturan menafkahkan harta kita. Terkadang ada orang Islam yang memperoleh hartanya dengan cara yang halal sesuai dengan aturan syar'i, akan tetapi setelah ia memilikinya ia lupa dan menghambur-hamburkan kekayaannya. Ia menjadi kikir, bakhil pada harta itu untuk dibelanjakan sesuai dengan apa yang membuat Allah swt ridho. Oleh karena itu, musibah yang menimpa umat manusia bila di tinjau dari kepemilikan hartanya ada dua macam:
Pertama: manusia yang suka mdnghambur-hamburkan hartanya secara boros, tidak peduli kemana dan bagaiman hartanya di belanjakan, yang tidak ada batasan apapun dan tidak mengacu pada aturan-aturan Tuhan.
Kedua: manusia yang kikir akan hartanya yang benar-benar tidak mau tahu hak-hak Allah dan juga tidak mau tahu bahwa pada hartanya itu ada hak orang lain, sampai akhirnya ia menjadi bakhil dan kikir dari segala bentuk kewajiban atas hartanya. Seyogyanya harta yang kita miliki kita belanjakan sesuai dengan aturan syar'i, tidak berlebih-lebihan dan juga tidak kikir. Inilah yang di sebut dengan kesederhanaan dalam Islam.
Al-Quran berpesan pada kita dalam surat Al-Isra ayat 26-29, yang artinya: "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros.
Dalam ayat lain dikatakan "Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta merek` tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Al-Furqon: 67). Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan. Dan syaitan itu adalah sangat ingkar terhadap Tuhannya. Dan jika kamu berpaling dari mereka (tidak sanggup memberikan kepada mereka hak-haknya) untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (terlalu kikir) dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya (menghambur-hamburkan harta) karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal."
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda: "Tidak wajib zakat kecuali atas orang-orang kaya."
Islam tidak menuntut kita untuk menginfakkan harta yang kita butuhkan, maka apabila kita menginfakkan sebagian harta yang kita butuhkan, itu bukanlah suatu kewajiban akan tetapi suatu keutamaan.
Yang perlu kita ketahui, sebagai seorang muslim kita wajib menolong saudara kita yang membutuhkan dengan tidak berlebih-lebihan dalam membantu ataupun tidak terlalu kikir, bahkan sampai kikir pada dirinya sendiri. Ada sebagian manusia yang kaya, tapi mereka kikir pada keluarganya bahkan pada dirinya sendiri, harta ada digenggamannya, tapi dia sendiri menguncinya rapat-rapat.
Diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dari Ibnu Amru: " Suatu ketika Nabi Muhammad saw kedatangan tamu yang tingkah lakunya sangat membosankan, bertanyalah Nabi kepadanya: "Apakah kamu punya harta? Dia menjawab: ya. Harta seperti apa yang kamu miliki? Dia menjawab: Dari setiap harta yang Allah swt karuniakan padaku. Kemudian Nabi bersabda: "Maka sesungguhnya Allah swt sangat ingin melihat perubahan dirimu dengan nikmat yang telah Allah swt berikan padamu."
Janganlah kita biarkan diri kita lapar dengan kikir pada diri kita sendiri, kikir pada keluarga kita, kikir pada saudara-saudara kita, sedangkan harta ada pada genggaman kita, belanjakanlah harta kita dan infakkanlah harta kita dengan sebaik-baiknya.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Tsauban ra. Nabi bersabda: "Keutamaan harta yang dimiliki oleh seseorang adalah harta yang dibelanjakan untuk keluarganya, untuk kendaraannya dijalan Allah dan dibelanjakan untuk saudara-saudaranya yang berjuang di jalan Allah.
Di hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Nabi bersabda pada Sa`ad bin Abi Waqas: "Dan sesungguhnya apa-apa yang kamu belanjakan karena Allah itu tidak lain akan dibalas oleh Allah sampai apa yang kamu belanjakan untuk istrimu."
Sebagai seorang muslim, yang pertama kali wajib kita nafkahi adalah diri kita sendiri, kemudian keluarga kita, kemudian orang-orang sekitar kita, baik itu kerabat atau pun tetangga-tetangga kita. Sebab mereka itu mempunyai hak atas harta kita. Diriwayatkan oleh Imam Tabrani dari Anas bin Malik r.a, Nabi saw bersabda: "Tidak termasuk orang yang beriman, yang merasakan kekenyangan sementara membiarkan tetangganya kelaparan padahal dia tahu."
Bukan termasuk ajaran Islam, orang yang mengenyangkan perutnya sendiri sedangkan disekitarnya banyak yang kelaparan. Islam mengajarkan pada kita untuk membelanjakan harta kita disamping untuk diri kita sendiri juga orang tua kita, kemudian kerabat-kerabat kita, Allah swt berfirman: "Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang mereka nafkahkan, jawablah: Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalananâ".
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dari Salman bin Amir, Nabi saw bersabda: "Shodaqoh untuk orang miskin hanya mendapat pahala shodaqoh, sedangkan shodaqoh untuk kerabat itu disamping mendapat pahala shodaqoh juga pahala silaturahmi."
Dan yang paling lebih utama pahalanya lagi adalah shodaqoh yang di berikan kepada kerabat yang sedang berselisih dengan dirinya, dengan syarat ia pada posisi tersebut tidak bershodaqoh untuk mendapatkan simpati, tetapi bershodaqoh karena Allah swt dan karena hak kerabat yang berselisih atas hartanya.
Suatu ketika disalah satu peperangan, datanglah sahabat Umar ra dengan membawa sebagian harta kepada Rasulullah saw, Umar ra menganggap bahwa tidak ada seorangpun yang menginfakkan hartanya seperti dirinya. Saat itu juga datanglah Abu Bakar ra dengan seluruh harta yang ia miliki, maka bertanyalah Rasulullah saw pada Abu Bakar ra: "Hai Abu Bakar, Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?, Abu Bakar menjawab: "Tidak ada sisa harta untuk keluargaku yang aku tinggalkan kecuali Allah dan Rasul-Nya".
Hal seperti ini diperbolehkan bagi orang yang sangat kuat keyakinannya kepada Allah swt, kuat dalam berpasrah diri kepada Allah swt dan tahu kadar kekuatan tawakkal keluarganya serta kesabaran mereka pada Allah swt. Adapun orang-orang yang tidak sabar dan tidak ada keyakinan, tawakal dan keimanan yang tinggi, maka tidak diperbolehkan menginfakkan seluruh hartanya. Abu Bakar ra tahu kalau dirinya dan keluarganya sanggup dan bisa untuk sabar, maka diperbolehkan padanya untuk menginfakkan seluruh hartanya karena Allah swt. Orang- orang seperti ini berkeyakinan bahwa Allah swt tidak akan menyia-nyiakan mereka, tidak akan berkurang harta karena di shodaqohkan ataupun shodaqoh tidak akan pernah mengurangi harta yang dimilikinya, karena itulah Rasulullah saw pernah bersumpah bahwa harta tidak akan berkurang karena shodaqoh tapi malah akan bertambah.
Banyak umat Islam yang kaya, tapi sayang kekayaan mereka banyak yang dihabiskan untuk berfoya-foya dan bermegah-megahan. Sungguh banyak manusia yang membelanjakan hartanya beribu-ribu dollar, beratus-beratus ribu dollar tapi tidak untuk membantu mereka. Malah untuk berfoya-foya dan bermegah-megahan, apabila diminta keikhlasan mereka untuk membantu yang membutuhkan, mereka berpangku tangan, mereka kikir, na`uzubillah.
Maka tidaklah heran kalau sampai Al-Qur`an mengingatkan sebagian manusia yang mempunyai sifat yang demikian. Dalam surat An-nisa ayat 36-38: Artinya: "Sesunggguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Yaitu orang-orang yang kikir dan menyuruh orang lain berbuat kikir, menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan kepada mereka, dan kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan. Dan juga orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya' kepada manusia dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barang siapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka syaitan itu adalah seburuk-buruk teman."
Banyak di antara kita yang bakhil, bahkan menyuruh dan mengajak orang lain untuk bakhil. Banyak di antara kita yang riya' dalam menafkahkan harta, riya' dalam pesta, yang tentunya ingin banyak orang membicarakannya, riya' di dalam walimah-walimah mereka. Berlebih-lebihan menjadi ajang kebanggaan sebagian kita, berlebih-lebihan pada kemungkaran, bahkan pada sesuatu yang tidak bermanfaat namun bakhil akan kewajiban atas harta yang dimiliki. Kita secara tidak sadar juga sering berlebih-lebihan dalam menggunakan air, listrik, telepon genggam, bahkan berlebih-lebihan pada segala hal yang tidak memberi manfaat untuk kita.
Memang benar sebagian kita sangat menjaga harta yang di amanahkan oleh Allah swt, akan tetapi apabila kita dipercaya oleh pemerintah untuk bekerja di instansi pemerintahan ataupun di kantor-kantor swasta untuk menjaga aset pemerintah, kita sering lalai, berbangga diri dan berlebih-lebihan terhadap kekuasaan dan harta yang di amanahkan kepada kita.
Yang demikian ini bukanlah termasuk hamba yang dicintai Allah swt. Hamba yagn dicintai Allah swt adalah orang-orang yang apabila menafkahkan harta miliknya ataupun harta orang lain yang di percayakan kepadanya tidak berlebih-lebihan dan juga tidak kikir dan bakhil. Inilah yang di maksud kesederhanaan dalam Islam.
Ustadz Roayyani Anwar
No comments:
Post a Comment
Jangan Lupa Berilah Komentar!!
Trimakasih atas kunjungannnya.