Rabu, 22 Juli 2009
BANDUNG (Suara Karya): Alumni Pondok Pesantren (Ponpes) Gontor, Ponorogo, Jawa Timur (Jatim), jangan coba-coba berniat melanjutkan ke Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, perguruan tinggi negeri di ibu kota Jawa Barat itu.
Pasalnya, Pondok Pesantren Gontor tidak diakui oleh UPI (dahulu dikenal dengan nama IKIP), sehingga pada penerimaan mahasiswa baru tahun ajaran 2009 ini delapan calon mahasiswa UPI yang alumni Ponpes Gontor ditolak mentah-mentah. Paling tidak, pengalaman ditolak untuk menjadi mahasiswa UPI ini dialami delapan calon mahasiswa alumni Ponpes Gontor pada ujian masuk perguruan tinggi jalur ujian mandiri (UM) pada tahun ini. Kedelapan calon mahasiswa alumni Ponpes Gontor ini adalah Dika Tusyafera (warga Desa Cilampeni, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung), Akhmad Jalam Rachman (warga Kabupaten Garut), Fajar Zulkarnaen (Kota Cimahi), Mochamad Syaeful Hidayat (Kabupaten Garut), Iis Syarifah (penduduk Kota Cimahi), Rafky Tajrizi (penduduk Kota Bandung), Diki Hadiansyah (penduduk Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung), dan Rizali Achmad Nugraha (penduduk Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung). Saat tahapan prosedur pendaftaran calon mahaiswa UPI, seperti dipaparkan orangtua calon mahasiwa Dika Tusyafera, Kartubi, Selasa (21/7), tidak ada tanda-tanda penolakan tersebut. Karena itu, kedelapan calon mahasiswa asal Ponpes Gontor tersebut mengikuti ujian masuk layaknya calon mahasiswa lain. Kedelapan calon mahasiwa alumni Ponpes Gontor tersebut berhasil lolos dari ujian saringan masuk jalur UM. Kelulusan mereka dituangkan dalam Surat Keputusan Rektor UPI tanggal 16 Juni 2009 Nomor: 4605/H40/DT/ 2009 tentang Penetapan Mahasiswa Baru UPI. Dalam surat tersebut dicantumkan kedelapan calon mahasiswa itu. Namun, niat mereka untuk menjadi mahasiwa UPI tiba-tiba harus pupus karena saat mereka melakukan daftar ulang pada 3 Juli 2009 ditolak mentah-mentah. Lantas, penolakan itu diperkuat dengan diterimanya surat pembatalan penerimaan calon mahasiswa alumni Ponpes Gontor itu. Surat penolakan yang dikirimkan kepada orangtua masing-masing itu tertanggal 14 Juli 2009, ditandatangani Pembantu Rektor (Purek) Bidang Akademik, Prof Dr HA Chaedar Alwasilah MA, bernomor 5100/H40/ 2009 tentang Calon Mahasiswa UPI yang tidak lulus ujian nasional (UN) atau SMA yang tidak melaksanakan UN. Dalam surat tersebut, menurut Kurtubi, yang dibenarkan orangtua Ryki Tazrizi, Haris, disebutkan, alumni Ponpes Gontor tidak bisa menjadi mahasiswa UPI berkaitan dengan Ponpes Gontor tidak melaksanakan ujian nasional. Tentu saja hal ini menimbulkan perasaan penzaliman terhadap Ponpes Gontor. Padahal, lanjut Kurtubi, di UPI ada sejumlah dosen alumni Gontor dan sejumlah mahasiswa tahun sebelumnya yang menjadi mahasiwa UPI. Kurtubi menegaskan bahwa UPI sudah melecehkan Direktorat Jederal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Ini terkait surat yang ditandatangani Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas Dr Indra Djati Sidi bernomor: 2414/C/ MN/2004 tentang Pengakuan KMI/TMI.MMI. Dalam surat tersebut Indra Djati Sidi menyatakan, sembilan pondok pesantren, yaitu Ponpes Gontor Ponorogo, Ponpes Al Amien Preduan Sumenep, Madura, Ponpes Albarokah Patian Rowo, Nganjuk, Ponpes Darummiyah Jakarta Selatan, Ponpes Mahabul Ullum Sumenep, Ponpes Tamirul Islam, Surakarta, Ponpes Al-Mizan Lebak, Banten, Ponpes Albasyariah Bandung, dan Ponpes Al Ikhlas Kuningan, Jabar, dinyatakan sebagai pengecualian untuk ujian nasional. Artinya, Dirjen Indra Djati Sidi menyatakan bahwa alumni ponpes tersebut bisa melanjutkan ke perguruan tinggi negeri, tanpa harus memperlihatkan bukti lulus UN atau bisa tanpa UN. Meski demikian, Kepala Humas UPI Bandung Andika menyatakan, penolakan tersebut bukan karena diskriminasi, tetapi para calon mahasiswa alumni Ponpes Gontor tersebut tidak bisa membuktikan atau menunjukkan tanda lulus UN. "Padahal, mereka menandatangani pernyataan di atas segel akan menunjukkan kelulusan UN ini. Mereka tidak melaksanakan, terpaksa kami batalkan," kata Andika yang bungkam ketika disinggung soal surat Dirjen Indra Djati Sidi. Orangtua kedelapan calon mahasiswa yang ditolak tersebut menyatakan mereka sudah membayar uang pangkal untuk masuk, yang menjadi persyaratan di UPI, sebesar Rp 17.500. 000. Orangtua Dika Tusyafera, Kurtubi, misalnya, membayar uang Rp 17,5 juta tersebut pada tanggal 3 Juli 2009 melalui Bank BNI Cabang UPI. "Kami setorkan melalui bank. Ini bukti setorannya. Tujuh orangtua lain pun sama. Jika ini berlarut-larut, kami akan membawa persoalan ini ke jalur hukum," tutur Kurtubi. (Agus Dinar) Diposkan Ulang oleh Nurkholis
No comments:
Post a Comment
Jangan Lupa Berilah Komentar!!
Trimakasih atas kunjungannnya.