Oleh: Ustadz Hasanain Juaini
Alumni Gontor, Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Haramain, Lombok Barat
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum wr. Wb.
Ringkasan tulisan ini ingin mengatakan: Aktifitas yang sebanyak-banyaknya itu adalah keharusan. Nah jika ibu-bapak kurang waktu silahkan ditinggalkan saja. Itu saja sudah cukup.
————————-
Yang punya waktu, mari kita lanjutkan:
DNA manusia itu semua sama baik miliknya Rasulullah, Alva Edison, BJ Habibie mapun putra putri ibu-bapak. sama sekali tak berbeda. Apa yang berbeda adalah situasi yang menginduksi agar DNA itu keluar dalam bentuk aksi lalu prestasi. Tentunya.
Proses induksi DNA agar melahirkan mRNA dan lalu perbuatan dan prestasi itulah missi pendidikan dan pengajaran. Namun pendidikan dan pengajaran ini memerlukan wasilah lagi yang disebut awareness atau “himmah”. Himmah setiap orang hanya bisa dipancing kemunculan-nya jika dia merasa eksistensinya ada di situ.
Pelajaran di Gontor jika diuraikan semuanya berjumlah 62 mata pelajaran, itu sebabnya masa ujian di sana selama dua bulan (lisan dan tulisan) sebuah masa yang sengaja dibuat untuk membiasakan santri menghadapi masa keter-tekanan-an JANGKA PANJANG. Sekalipun demikian anak Gontor tidak boleh berjingkrak-jingkrak kesetanan begitu lepas dari masa ujian seperti pesta-pesta, corat-coret, ngebut-ngebutan. Sebab menunggu hasil ujian adalah lebih menentukan karena merupakan cermin kapasitas diri. Yang dianjurkan adalah selesai ujian tenggelam dalam do’a “Semoga hasilnya baik”.
Saya kira anak-anak kita di SMP dan SMA yang “mbruah” begitu selesai ujian karena mereka tak perduli dengan hasilnya sebab hasil itu mungkin saja cerminan dari hasil contekkan. Dus tidak identik dengan dirinya sendiri.
Tidakkah 62 mata pelajaran itu sangat membebani?
Stop stop…stop. Siapa pula yang mengajari kita menghindari beban hidup ini? Ah sangat tidak rasional kalau mau hebat tapi tak sanggup memikul beban.
Sebanarnya 62 materi itu masih sangat sedikit jika menilik betapa luasnya kemungkinan kondisi hidup yang akan menantang kita dan anak-anak kita di masa depan. Seandainya tidak ada batasan waktu dan tempat, rasanya Gontor tidak akan segan-segan memasukkan ratusan atau ribuan mata pelajaran.
Untuk sedikit menawar batasan itu Gontor lalu menawarkan program pilihan yang dapat dipilih santri sekuat kemampuannya, sesuai dengan bakat dan dimana dia mersa eksistensinya terdongkrak. Sungguh akan sangat menyedihkan bersekolah di sebuah lembaga pendidikan dimana seorang anak hanya berkesempatan menjadi pecundang. Dalam sepuluh mata pelajaran tak satupun dia menjadi yang TER…
Gontor memahami bahwa semakin banyak mata pelajaran semakin terbuka kemungkinan dimana tidak seorangpun tidak menjadi juara, setidaknya di salah satu mata pelajaran/pelatihan/ketrampilan yang diselenggarakan. Maka ada seorang santri yang hampir down disemua mata pelajaran, namun dia menjadi maestro dalam kalighrafi atau sepak bola atau bahasa Inggris atau seni baca al-qur’an. Mencapai prestasi puncak dalam suatu materi bisa menjadi trigger untuk memacu dia mengejar bidang lain.
Pada sisi yang lain, jika seorang anak tidak pernah terkalahkan akan membuatnya tinggi hati, maka dengan banyaknya materi akan memungkinkan dia tidak menang di semuanya. Jadi? Kalahpun kita harus belajar dan biasa mengalaminya.
(Maaf) Ada dua Alumni Gontor periode saya 1983-1984 yang digontor hanya menang di salah satu saja materi (SENI), kenyataannya merekalah yang pertama tampil di Televisi membawa nama hebat Gontor, puluhan tahun sebelum yang lain bisa menyusul. Gontor benar telah memperbanyak aneka rupa materi pendidikan dan pengajaran.
Kyai Haji Imam Zarkasyi biasanya membuka Pidato Sambutan setelah ujian dengan pertanyaan:
” Anak-anakku…apakah ada diantara kalian yang menjadi gila karena kebanyakan belajar? “
” Tidak ada…dan tidak akan pernah ada. Tapi jika ada yang mati karena belajar, maka pondok ini dengan bangga melepaskan dia menuju syurga “
Lalu serempaklah dibaca bersama-sama sebuah Hadits:
” Man khoroja fii tholabil ilmi, fahuwa fii sabiilillahi hatta yarji’a = barang saiapa keluar untuk menuntut ilmu, maka dia hakekatnya berada dalam fii sabiilillah sampai ia kembali ke rumahnya ” Mereka yang meninggal di Gontor adalah Syuhada’. Amiin
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
No comments:
Post a Comment
Jangan Lupa Berilah Komentar!!
Trimakasih atas kunjungannnya.